Mengapa Takut Menikah?

Mengapa Takut Menikah?

Saya seorang gadis berusia 23 tahun, sudah  pacaran selama  setahun lebih dengan cowok idaman saya.   Saya sangat mencintainya karena orangnya memang baik, demikian juga keluarga sangat mendukung hubungan kami.  Rencananya tahun depan kami mau menikah, namun akhir-akhir ini saya merasa gamang dan takut untuk menikah.  Kasus-kasus perceraian, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumahtangga yang  semakin merebak  membuat saya  kawatir jangan-jangan hal-hal buruk semacam itu pun akan menimpa  rumahtangga saya nantinya.  Saya sangat mendambakan keluarga yang harmonis dan bahagia mengingat saya tumbuh dalam keluarga yang broken home—ayah meninggalkan ibu ketika saya masih usia 5 tahun.  Kendati pacar saya selalu meyakinkan saya bahwa dirinya akan tetap setia dan bertanggungjawab, namun itu tidak mengurangi rasa takut dan kawatir saya.  Bagaimana mengatasi rasa takut ini agar saya bisa melangkah ke jenjang perkawinan dengan  mantap ?

        Ketakutan anda untuk menjalani hidup berkeluarga jelas dipengaruhi oleh pengalaman anda terlahir dalam keluarga broken home.  Memang hidup kita dipengaruhi oleh masa lalu, namun sesungguhnya kita bisa memilih untuk tidak  terikat olehnya. Manusia memiliki kebebasan dan kemampuan untuk memilih yang terbaik untuk dirinya sendiri.  Contoh nyata adalah Presiden Amerika, Barrack Obama.  Ia tumbuh dalam keluarga berantakan, dan harus berpindah-pindah tempat tingal, bahkan sempat sekolah di Jakarta. Masa mudanya pernah terjerumus dalam kubangan narkoba.  Namun ia berhasil mengatasi, bahkan membangun dirinya hingga menjadi seorang pemimpin luar biasa, dan kini tercatat sejarah sebagai presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat.  Yang harus anda lakukan adalah berdamai dengan diri sendiri dan masa lalu.  Tak perlu menyalahkan nasib, atau orangtua.  Pandanglah secara positif bahwa kegetiran yang anda alami justru menempa anda untuk menjadi orang kuat, bahwa andalah yang memiliki kebebasan penuh untuk memilih bagi diri sendiri untuk menjadi apa dan siapa.

Sesungguhnya keluarga adalah pusat hidup kita.  Kita lahir, besar, nantinya mati di tengah keluarga.  Setiap manusia mendambakan untuk memiliki keluarga yang penuh kehangatan dan kedamaian.  Di tengah ganasnya kehidupan di luar rumah, keluarga menjadi semacam oase yang memberi kesejukan dan kesegaran. Sayang sekali, dewasa ini banyak keluarga mengalami degradasi karena orang tak mau lagi memberi prioritas.  Seluruh waktunya untuk mengejar ambisi demi karir, jabatan, popularitas, dan status sosial.  Kehangatan keluarga tidak turun dari langit, namun sebuah proses, sebuah journey yang mesti dihayati dan dijalani.  Sebuah keluarga yang di dalamnya para anggota bisa saling berbagi cinta dan kasih sayang tersimpan juga daya penyembuhan yang luar biasa.  Bisa diibaratkan seperti manusia purba yang harus melawan ganasnya rimba, namun menemukan kembali rasa aman ketika memasuki gua tempat seluruh anggota keluarganya berkumpul.  Rumah di dunia moderen tak jauh  berbeda fungsinya dengan gua bagi manusia purba.  Di luar rumah manusia berjuang dan berkorban untuk orang-orang yang dicintainya ( atau semata mengejar ambisi egoisme?), lalu ketika pulang ke rumah ia merasakan kasih sayang oleh orang-orang yang dicintainya.  Go home atau pulang ke rumah tak bisa dihalangi karena kerinduan terdalam manusia sejak purba untuk mereguk kehangatan dan keintiman bersama orang-orang tercinta di dalam rumah(gua).

      Langkah untuk mewujudkan kerinduan anda adalah menemukan wanita yang bisa anda ajak untuk membangun sebuah keluarga, dan memiliki komitmen untuk memberi prioritas bagi keluarga. Di sinilah pentingnya bagi pria dan wanita sebelum menikah untuk saling mengerti visi dan pemahamannya tentang hidup berkeluarga. Memiliki gambaran yang sama keluarga macam apa yang ingin di bentuknya bersama.  Membangun keluarga tidak harus dipertentangkan dengan karir, karena keduanya bisa berjalan seiring. Bahkan orang-orang yang bisa meraih sukses  pada umumnya karena memiliki keluarga yang mendukungnya.  Anda tak perlu takut dan ragu lagi untuk back to family.  Kalau anda berhasil mengatasi hidup anda dari persoalan broken home, anda pun pasti mampu mewujudkan impian untuk memiliki keluarga harmonis yang bisa menjadi pusat dan sumber hidup anda.  Tentu saja dengan seorang istri yang memiliki visi dsn komitmen yang sama dengan anda.   Membangun keluarga bukan sekali jadi, jatuh- bangun, pergulatan, adalah persoalan biasa, yang penting selalu menempatkan kepentingan keluarga di atas yang lain.

      Banyak orang moderen lebih memberi prioritas dan waktunya untuk karir dan uang, dan mengabaikan keluarga.  Sementara  mereka mendambakan keluarga yang penuh kehangatan dan kedamaian.  Mana mungkin? Kualitas kehidupan keluarga bukan terjadi secara alami, melainkan “dibikin” oleh para penghuninya.  Hal yang paling utama adalah beri waktu untuk keluarga. Banyak orang selalu punya waktu untuk urusan lain, tetapi selalu tak punya waktu untuk keluarganya.

Paul Subiyanto

Dr.Paulus Subiyanto,M.Hum --Dosen Bahasa Inggris di Politeknik Negeri Bali ; Penulis buku dan artikel; Owner of Multi-Q School Bal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *