Menjadi Bagian Keluarga Pasangan
Saya seorang istri yang bekerja di perusahaan swasta full time hingga malam hari. Sementara kami masih tinggal di rumah keluarga suami bersama mertua dan saudara-saudara suami. Dalam keluarga besar itu, saya sendiri yang bekerja di luar rumah sedangkan istri-istri saudara dari suami saya semata-mata menjadi ibu rumahtangga. Saya sering dianggap wanita yang tidak becus mengurus suami, dan lebih mementingkan pekerjaan padahal penghasilan suami tidak cukup untuk kebutuhan keluarga. Apalagi saya juga belum memiliki anak sehingga sering disindir. Suami saya selalu meminta saya untuk bersabar dan mengalah terhadap perlakuan saudara-saudaranya Saya merasa tertekan dan tidak betah namun demi suami saya mencoba bertahan. Kapan saya bisa terbebas dari kondisi semacam ini ?
Kendati perkawinan merupakan keputusan yang bersifat pribadi, namun dalam budaya kita pada umumnya perkawinan juga memiliki dampak sosial, khususnya dalam lingkup keluarga. Realitanya, anda tidak hanya menikah dengan suami, tetapi juga dengan seluruh keluarganya. Apalagi anda tinggal dalam lingkungan keluarga suami. Anda menjalani hidup “moderen” dengan bekerja di luar rumah seharian, sementara anda hidup dalam lingkungan “tradisional” yang menganggap wanita tugasnya di rumah dan melayani suamk. Dengan kata lain, anda berada di tempat yang “salah”. Seharusnya anda memilih tinggal berdua dengan suami dan terpisah dari keluarga sehingga kemandirian anda dan suami tidak terganggu. Bicarakan hal ini dengan suami sehingga bisa menjadi prioritas dalam hidup rumah tangga anda. Mengalah terus juga tidak sehat bagi pertumbuhan hubungan. Anda juga tidak akan mampu mengubah cara pandang orang-orang di sekitar anda. Sekali lagi, pindah rumah harus dijadikan rencana utama.
Sementara anda masih tinggal di situ, cobalah untuk memberi waktu untuk berkomunikasi lebih intensif dengan mereka. Alih-alih memgharap mereka berubah cobalah memahami jalan pikiran mereka. Jelaskan kepada mereka bahwa pekerjaan anda sangat dibutuhkan untuk rumahtangga anda. Pada saat-saat libur atau senggang anda bisa ngobrol dengan mereka. Coba introspeksi apakah selama ini anda cukup membuka diri kepada mereka ? Seringkali orang menolak kehadiran kita karena mereka juga ingin diakui dan dihargai. Dengan memenuhi kebutuhan emosionalnya, mereka pun akan bersikap positif kepada anda.
Hubungan anda dengan suami tentu tetap menjadi prioritas. Coba pahami suami ( pria) menghadapi situasi semacam itu sering gagap sehingga cenderung untuk ambil jalan tengah. Suami tentu ingin hubungan dan harga dirinya di tengah keluarganya terjaga . Jangan pojokkan suami untuk memilih antara anda dan keluarga. Yang penting komitmen suami untuk anda dan hubungan anda tidak berubah. Para suami pun sekarang ini berada dalam kegamangan untuk berperan. Di satu sisi, naluri lelakinya menginginkan mendapat perlakuan istimewa, namun akal sehat dan tuntutan jaman memahami bahwa keadaan sudah berubah. Ambil contoh, seorang suami dalam kehidupan sehari-hari membantu semua tugas rumahtangga seperti bersih-bersih rumah, mengurus anak, bahkan memasak jika perlu. Namun ketika ada tamu di rumah itu, suami istri itu pun mengubah peran. Tantangan besar bagi para suami untuk berani mengubah cara pandangnya tentang perannya dalam kehidupan rumahtangga. Ratusan tahun budaya kita menempatkan posisi pria sebagai yang istimewa, lalu sekarang pria harus sejajar dengan wanita. Akal sehat bisa mengerti, namun naluri yang terbentuk dalam alam bawah sadar tidak selalu sinkron dengan logika. Oleh sebab itu, para istri pun harus memahami kondisi seperti ini dan tetap menjaga rasa hormat dan harga diri suaminya.
Dalam kondisi tertekan secara psikologis anda pun tidak siap untuk hamil, karenanya dibutuhkan lingkungan dan suasana yang anda merasa at home untuk memungkinkan anda memiliki anak. Lingkungan yang harmonis pula yang akan cocok bagi tumbuhkembang anak-anak anda. Oleh sebab itu, segera wujudkan keinginan anda untuk memiliki tempat tinggal di mana anda bebas menjadi diri sendiri.
setujuuu