Covid,Kawan atau Lawan?( Sebuah Refleksi Eko-Teologis)
Pandemi Covid 19 yang memporakporandakan segala aspek kehidupan di planet bumi selama hampir 2 tahun menimbulkan berbagai reaksi. Ada yang bilang ini kutukan Tuhan, ada yang percaya ini rekayasa negara tertentu untuk menghancurkan dan menguasai dunia, ada yang naif menganggap hanya tipuan belaka karena sesungguhnya Covid itu tidak ada. Konon orang Madura hanya menyebut ” sakit sesak nafas” sehingga tak mau ribet mematuhi Prokes. Dan yang paling besar mempersepsikan Covid 19 sebagai lawan atau musuh yang harus dihancurkan sampai seakar-akarnya tak tersisa di atas bumi ini. Suatu cara pandang yang sangat anthroposentris( semata demi kepentingan manusia), egois bahkan arogan. Pertanyaannya, mungkinkan melibas virus hingga musnah? Virus dan organisme sederhana jauh lebih tua daripada manusia karena mereka lah bentuk awal kehidupan sebelum makhluk-makhluk lain dalam sejarah evolusi. Kita kenal penyakit Kusta sudah diperangi manusia sejak ribuan tahun dan sampai sekarang masih ada, juga Malaria,DB,Rabies, Typus dan sebagainya.Mereka tidak pernah sirna, hanya terjadi titik keseimbangan sehingga keberadaannya tidak terlalu mengganggu manusia. Alih-alih bersikap jemawa, seharusnya manusia mengembangkan sikap ekologis yang lebih holistik melihat persoalan. Percuma manusia berperang melawan virus karena ia memiliki banyak kelebihan, selain tak kasat mata juga kemampuan membelah diri menjadi jutaan dalam waktu singkat, juga kemampuannya bermutasi menjadi varian-varian baru yang resisten terhadap obat pembasminya. Masih ingat kesewenang-wenangan manusia melalui Revolusi Hijau tahun 1960an, penggunaan pestisida dan pupuk buatan secara masif justru menghancurkan lingkungan?
Mari kita lihat persoalan pandemi secara teologis. Kitab Kejadian dalam kisah penciptaan selalu diakhiri dengan frasa “semuanya baik adanya”. Artinya Tuhan tidak menciptakan sesuatu pun yang buruk atau jahat, termasuk virus. Tuhan menciptakan semua benda hidup dan mati di bumi ini dengan cinta,dan Tuhan mencintai semua ciptaan-Nya, termasuk Covid 19. Betapa absurdnya manusia yang memgklaim sebagai makhluk yang mencintai Tuhan pada saat yang sama bertekad memusnahkan ciptaan yang dicintai-Nya!
Sikap anthroposentris- egois- arogan dalam memandang Covid jelas tidak memadai secara ekoteologis dalam mencari solusi terhadap Pandemi.
Di mata Sang Pencipta, manusia dan virus sama-sama ciptaan yang dicintai-Nya. Sang Pencipta menghendaki kondisi harmoni kepada seluruh ciptaan,” semua baik adanya”. Demi kelangsungan kehidupan,diijinkan yang satu memakan yang lain, kehidupan yang satu ditopang oleh yang lain, namun bukan saling menghancurkan dan membinasakan.
Solusi terbaik adalah manusia belajar berkoeksistensi dengan Covid, hidup berdampingan dalam keseimbangan. Covid tidak musnah namun manusia juga terhindar dari maut ketika tubuhnya “dipinjam” untuk berkembang biak.
Profesor Sarah Gilbert dari Oxford penemu vaksin AstraSeneca mengatakan,” akan terjadi keseimbangan dimana Covid seperti Flu biasa”. Covid tetap ada tetapi tidak membahayakan manusia.