Beriman dan Falsafah Padi
Tanaman padi sering menjadi rujukan dan simbol rendah hati. Semakin berisi semakin merunduk, karena beban dari isi dari gabah. Batangnya relatif kecil dan lunak, padahal bulir-bulir gabah itu makin berat.
Pun manusia berilmu, termasuk dalam ilmu agama dan iman, seyogyanya bersikap demikian. Makin mendalam ilmu, pemahaman, dan pengetahuannya, apalagi refleksinya, maka sikapnya akan lebih rendah hati dan makin manusiawi.
Sikap rendah hati, merunduk, dan makin tahu diri akan terbaca dari sikap-sikap berikut;
Akan memahami, bukan menghakimi. Adanya perbedaan, kesalahan, bukan untuk dibesar-besarkan, namun akan memahami, mengapa sampai ada kesalahan. Perbedaan akan terjembatani karena memahami. Menghakimi akan memisahkan dan mengotak-kotakan dalam aneka perbedaan.
Memiliki empati. Pribadi yang mengaku tokoh agama, pemuka agama, menyitir ayat-ayat suci dalam kata atau tulisan, idealnya hidupnya penuh dengan empati. Apa yang menjadi kutipan itu ya dihidupi, bukan semata kata-kata lamis, hanya pemanis bibir.
Melihat pihak lain menderita, memiliki kekurangan bergegas untuk membantu dan meringankan, bukan malah diam saja, karena egoisme sendiri atau kelompok. Sering terjadi di sekitar kita, apapun latar belakangnya.
Berbela rasa, sikap yang sudah lebih mendalam lagi. Siap merasakan apa yang pihak lain rasakan dan memilih untuk bisa berbuat lebih lagi. Lebih dari sekadar empati, karena sudah melibatkan hati tidak hanya perbuatan.
Rendah hati. Sikap ini bukan semata kata-kata atau jargon, namun menghidupinya bahkan sejak dari pikiran, motivasi, dan aksi dalam tindak nyata. Sikap dasar bagi orang beriman.
Jika masih sombong, arogan, menyakiti orang lain dengan kata dan sikap, masih terlalu jauh mutu berimannya. Benar bahwa yang tahu dan mampu menilai itu Tuhan Allah. Hak prerogatif Allah, namun manusia juga mampu merasakan.
Sisi spiritualitas yang mendalam akan membawa damai sejahtera. Dekat dengan insan yang menep itu akan menyenangkan, menenteramkan, dan damai. Laiknya orang sedang kasmaran.
Bersama Tuhan membuat pikiran, laku, dan hidup kita memancarkan kasih cinta yang inklusif, tidak eksklusif dan terbatas. Siapapun layak mendapatkan limpahan kasih dan cinta yang sama.