Mandalika, Pegawai Pajak, dan Inlander

Mandalika, Pegawai Pajak, dan Inlander

Presiden Jokowi dalam acara Nasdem mengatakan, jiwa inlander bangsa ini masih begitu kuat mengakar. Melihat bule saja takjub, pasti presiden tidak akan mengatakan menyontek Arab dan kearab-araban, bisa jadi demo berjilid-jilid. Pakaian ala Arab, kata dan istilah Arab, pokoknya Arab menjadi kiblat.

Ingat ini bukan bicara agama, namun budaya dan sikap mental. Apa yang presiden katakan kog bener banget, ada dua fakta yang sedang terjadi.

Pertama, mengenai pembuatan konten dan video salah satu motor yang akan mengaspal di sirkuit Mandalika. Ini masalah kepercayaan, amanah, dan ketaatan akan azas dan konsensus. Identik ketika menyebarkan video kecelakaan almarhum Vanesa Angel. Atau juga makam mendiang sampai rusak demi konten media sosial.

Kedua, penangkapan pegawai pajak yang lagi-lagi pengulangan atas kasus Gayus Tambunan, di mana membantu wajib pajak demi kepentingan pribadi dan kolega. Merugikan negara, tidak etis, dan juga maling tidak menjadi sebuah pertimbangan.

Gaya hidup mengalahkan moralitas. Benar salah itu bias, ketika orang dikuasai gaya hidup dan kehormatan karena materi. Mengapa demikian?

Peran agama, semata label, menyitir ayat suci, dan ritual rumah ibadah yang penuh. Tanpa pernah berlaku mengenai esensi kebenaran dan kebaikan. Moralitas sepanjang menggunakan label, ritual, dan sitiran yang sama pasti benar.

Esensi beragama ikut menjadi bias karena  perilaku hedon dan materialistis. Agama bukan kog kemudian antimateri, tidak. Bagaimana mendapatkan materi dengan baik dan jalan yang benar tentu saja.

Pendidikan. Setali tiga uang dengan agama. Bagaimana pendidikan bukan soal kapasitas siswa dan peserta didik dalam mengaplikasikan ilmu untuk hidup sehari-hari. Hafalan, lulus dengan berbagai cara asal nilai bagus.

Keteladanan. Elit berlomba-lomba di dalam ketamakan dan kerakusan. Tidak malu-malu memfitnah, menebarkan kebohongan demi mendapatkan kekuasaan dan materi yang berlimpah. Wajar akar rumput dan semua lapisan ikut-ikutan dalam kapasitas masing-masing.

Miris memang, namun jangan patah harapan. Selalu dengungkan adanya terang meskipun setitik pasti akan mengusir kegelapan. Kapan? Ya proses dan itu perlu keberanian berharap.

Susy Haryawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *