TAKUT ANAK TIDAK BERPRESTASI
Anak saya pada jenjang SMP, dan saya berharap ia bisa mendapat nilai rapor yang bagus agar nantinya bisa mendapatkan SMU favorit yang diidamkan. Namun Saya lihat anak saya kurang berprestasi secara akademis sehingga saya cemas apakah ia akan berhasil dengan nilai baik. Saya sering kawatir apa jadinya jika anak saya mengalami kegagalan.
Setiap orangtua tentu mengharapkan anaknya bisa meraih prestasi dan sukses yang membanggakan, namun antara harapan dan kenyataan tidak selalu berjalan seiring. Namun kita juga harus realistis, dan siap menerima anak apa adanya entah saat berhasil atau gagal. Anak juga memiliki keterbatasan, selain kelebihan dan keunggulan tentunya. Dalam proses belajar sebenarnya gagal adalah bagian yang tak bisa terpisahkan dari keberhasilan. Bukan hasil yang diutamakan, melainkan bagaimana proses mendapatkannya. Apabila anak sudah dengan gigih dan rajin belajar tetapi hasilnya kurang memuaskan, tentu tidak fair jika kita menghukum dan mencap sebagai anak gagal. Justru sebaliknya, sebagai orangtua kita harus memberi motivasi dan support agar anak tidak merasa down pada saat gagal. Orang-orang hebat pun pernah mengalami kegagalan. Tidak kesuksesan yang diraih tanpa kegagalan. Ambisi untuk sukses juga perlu diimbangi dengan kesiapan untuk gagal.
Tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensinya dan mengatasi hambatan dirinya. Seluruh masa kanak-kanak merupakan proses belajar yang paling intensif—apa pun yang dilakukan anak merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian, sesungguhnya anak-anak tidak perlu menyandang stigma kata “gagal”. Perasaan gagal yang sering dirasakan oleh anak justru akan merusak citra diri, melemahkan motivasi, dan menghambat proses perkembangan. Oleh sebab itu, model pembelajaran yang membuat anak-anak terkotak-kotak dalam kategori “berhasil” atau “gagal”, “menang atau kalah”,” juara atau pecundang”, juga perangkingan mesti disingkirkan dari praktik pendidikan anak-anak kita. Yang dibutuhkan anak-anak adalah pendidikan yang memberi dukungan dan penghargaan secara positif. Tak ada anak gagal, yang ada hanyalah anak-anak yang sedang dalam proses bertumbuh dan berkembang sesuai dengan keunikannya masing-masing. Sebagai orangtua, Anda seharusnya meyakinkan bahwa anak anda bukan “anak gagal” hanya karena tidak bisa masuk SMP favorit.
Kurikulum memiliki target kompetensi tertentu yang harus dicapai, demikian juga orangtua memiliki harapan-harapan tertentu terhadap anaknya. Anak-anak yang dalam waktu tertentu belum bisa mencapai target atau memenuhi harapan dianggap sebagai gagal, tidak peduli bahwa mereka sedang dalam proses. Evaluasi yang tujuan utamanya untuk melihat proses justru berubah menjadi penilaian, penghakiman, dan pelabelan. Cara penilaian semacam ini justru ikut menyumbang tumbuhnya perasaan gagal pada diri anak, yang akan menyumbat jalan tumbuh tunas potensi nya.
Orangtua dan guru tanpa sadar lebih banyak berfokus pada kekurangan anak sehingga yang muncul adalah kritikan, kecaman, dan tuntutan. Coba dengar setiap Upacara Bendera hari Senin, Kepala Sekolah dalam wejangan selalu berupa kritikan dan tuntutan terhadap siswanya, seolah tak ada hal positif yang dilakukan siswa. Para orangtua juga jarang memuji apa yang sudah dilakukan anaknya. Seakan tak ada cara lain kecuali “memarahi” dan “ menasehati” ketika orangtua berbicara kepada anaknya. Bersikap positif berarti memposisikan diri sebagai pihak yang mendampingi, bukan mengawasi, lalu berupaya mendorong agar proses bisa berjalan efektif, bukan hanya menuntut hasil. Bersikap positif berarti memberi pujian dan penghargaan terhadap apa pun yang dilakukan anak. Bersikap positif juga menerima anak sebagai pribadi yang unik, menguatkan dan meneguhkan ketika semangatnya sedang mengendor. Jika anda seorang guru atau orangtua, cobalah dengan sadar untuk mengubah kebiasaan “memarahi”, “mengkritik”,”menuntut”, dengan “memuji” dan “mengapresiasi”. Hindari killing words seperti “dasar bodoh”, “pemalas”, “nakal” dan ganti dengan praising words seperti “hebat”, “kamu bisa”, “bagus, teruskan”, dsb.
Anak-anak akan tumbuh menjadi seperti apa yang dikatakan dan diperlakukan oleh orang-orang sekitarnya. Sikap positip berupa pujian, dukungan, dan penerimaan akan menumbuhkan rasa percaya diri. Anak merasa bangga dengan dirinya sendiri dan membangun citra diri yang positif sehingga mendorong untuk merealisasikan potensinya. Bersikap positif juga berarti mengakui anak sebagai pribadi yang unik, tidak bisa dibanding-bandingkan dengan anak lain, tidak bisa juga diseragamkan. Anak-anak akan tumbuh menjadi dirinya sendiri, merasa nyaman dengan keadaaannya sendiri. Bersikap positif berarti menghargai anak sebagai anak dengan keunikannya, anak adalah manusia yang utuh, bukan obyek yang belum jadi. Guru dan orangtua harus menghormati anak sebagai pribadi yang bermartabat, tak boleh dilecehkan dan dipandang rendah apa pun keadaannya.
Untuk anak-anak usia dini, pendidikan lebih baik fokus pada pembentukan karakter , bukan seluruh waktunya habis untuk urusan akademis. Keberhasilan anak di masa depan bukan semata ditentukan oleh nilai rapor, justru kualitas karakter dan kepribadiannya yang akan banyak berperan. Namun disayangkan, di negeri ini semua diukur melalui angka-angka dan tes sehingga sebagian besar waktu anak di sekolah hanya dihabiskan untuk menghafal soal-soal pelajaran. Bahkan karena mata pelajaran terlalu sulit dan guru kurang serius dalam mengajar, terpaksa anak pun masih harus mengikuti les privat atau bimbingan belajar. Sebagai orangtua, anda tetap harus seimbang; urusan akademis di sekolah juga penting, namun urusan pembentukan karakter anak juga tak boleh dikorbankan. Termasuk di sini, anak seharusnya juga mengembangkan bakat dan kemampuannya di luar masalah pelajaran, misalnya musik, seni, olahraga, dan sebagainya. Sekali lagi, jangan sampai anak-anak merasa diri sebagai anak gagal hanya karena tidak berprestasi di bidang mata pelajaran. Masih banyak potensi yang bisa dikembangkan, selain pelajaran, sehingga akan membangun rasa percaya diri dan harga dirinya.
Kesuksesan atau masa depan anak tidak semata-mata ditentukan karena tamatan sekolah favorit atau nilai-nilai yang tinggi, melainkan lebih karena hasil proses belajar baik di sekolah maupun dari pengalaman hidup nyata. Kegagalan adalah hal wajar dalam proses belajar dan perkembangan, orangtua justru perlu memotivasi anak agar tidak terpuruk dan rendah diri karena kegagalannya.
Tabiat masyarakat yg tidak bisa mengapresiasi baik, termasuk dunia pendidikan
Salam JMJ
Halo Bli