Emosi Menjelang Misa Natal
Selamat Natal dan Pesta Keluarga Kudus
Sore menjelang Misa Natal, gerbang gereja penuh. Tidak berdesakan, hanya penuh saja. Panitia belum membuka gerbang karena gereja sedang disemprot. Terjadi kerumunan, normal, tetapi polisi yang bertugas, cukup muda, dengan pangkat yang cukup tinggi, sangat mungkin lulusan perguruan tinggi kepolisian, bukan lulusan sekolah menengah.
Polisi ini memberikan pengumuman dan imbauan. Memang itu formalitas atas kerja, ada laporan ke Satgas, sudah melakukan tugas. Hanya sangat tidak bijaksana, tanpa melihat kondisi dan realitas.
Umat tahun ini begitu bersemangat, karena tahun lalu, sudah siap, namun kisaran kurang seminggu kecamatan di mana gereja berada memasuki zona hitam. Di jalan yang sama ada sekolah berasrama yang positif covid lebih dari 100.
Tahu persis mereka ini jauh dari protokol kesehatan, sekadar masker saja mereka enggan. Apalagi bicara jarak. Ini kejadian tahun 20. Wajar antusiasme warga gereja sangat tinggi. Satu setengah jam sebelum Misa sudah mulai datang di depan pintu.
Mengapa emosi, ada beberapa hal yang ia teriakan, tidak usah memaksa ibadah di gereja, di rumah juga bisa. Apakah si petugas itu berani mengatakan di mana kawasan yang menyebabkan zona hitam waktu itu? Atau berani tidak menyatakan dengan megaphone ketika ibadat siang sebelum Misa itu, di mana-mana abai prokes, masker dan juga jaga jarak?
Yakin ia tidak akan berani kecuali mau mati konyol. Sama juga menasihati ikan cara berenang. semua taat prokes kog, buat apa sih berteriak, menjaga jalan agar aman jauh lebih berdaya guna.
Meminta jaga jarak dan masuk ke trotoar, jangan di jalanan. Ini sama juga ngaconya. Sesempit itu, dan petugas begitu banyak juga hanya main smartphon dan duduk-duduk. Padahal begitu banyak gawe yang bisa dilakukan.
Mengatur lalu lintas dan umat yang menyeberang, karena parkiran memang berhadapan dengan gedung gereja. Tidak perlu mengajari bebek menyelam.
Gereja itu selalu taat akan prokes, cenderung malah paranoid. Sering becanda hanya Gereja Katolik kog yang mengalami pandemi. Tempat lain semua seolah berlalu, jangan bicara masker dan jaga jarak. Padahal Gereja sangat ketat mengenai jumlah umat, apalagi remeh temeh masker.
Seolah yang dihukum malah yang taat. Pembiaran bagi yang melanggar. Ini ironis dan seolah sudah menjadi gaya hidup dalam hidup bersama di negeri ini.
Mudah memang memberikan nasihat pada kelompok yang sudah sadar. Mengapa kudu ribet dengan komunitas yang masih seenaknya sendiri. Ini masalah dan keberadaan aparat yang memang tidak mau susah.
Rasanya aparat belum siap dengan standar layanan di awal ‘new normal’. Perubahan akan selalu diiringi ‘goncangan’ yang berjarak dengan kenyamanan. Terima kasih telah berbagi artikel ini. Selamat Natal, salam damai.
Formalitas dan pengulangan tanpa tahu makna apa yg dikatakan
Nuwun sugeng natal salam JMJ