Pandemi sebagai Permenungan Umat Beriman

Pandemi sebagai Permenungan Umat Beriman


Munculnya wabah virus Covid 19 dapat disebut sebuah wabah mengerikan bagi dunia. Sudah begitu banyak orang yang meninggal,  tercatat dari banyak negara. Tak sedikit yang kehilangan sanak saudara yang menjadi korban dari wabah virus ini. Datangnya wabah ini tak terbayangkan sebelumnya oleh banyak orang. Begitu cepat menular dan menyebar di berbagai belahan dunia.

Banyak ahli kesehatan yang terlibat, namun nampaknya  begitu sulit untuk ditangani secara cepat. Akhirnya menjadi sebuah pandemi bagi dunia dan mau tidak mau semua orang harus mematuhi protokol kesehatan. Setiap hari setiap orang wajib menggunakan masker, sering mencuci tangan, menghindari kerumunan hingga harus diberi vaksin.Tidak hanya menjadi masalah kesehatan saja, pandemi juga menimbulkan permasalahan lain hampir di semua sisi kehidupan.

Ada begitu banyak rencana-rencana atau impian yang tertunda bahkan gagal. Di masa ini, nampak sekali ketidakberdayaan dari seluruh umat manusia di dunia.Bagi umat beriman, segala sesuatu yang dialami dalam hidup menjadi sebuah permenungan. Jika kita melihat peristiwa pandemi Covid 19 dengan begitu banyak dampaknya, saya kira begitu banyak pula permenungan yang dapat diperoleh.

Pertama, saat pandemi semua orang tidak berdaya dan hanya Tuhan saja yang bisa diandalkan. Di saat pandemi begitu parahnya melanda, setiap orang kebingungan untuk membantu atau menolong orang lain. Karena dari para dokter dan pelayan kesehatan yang lain pun tak sedikit yang meninggal terkena virus Covid 19.Sebagai orang awam pasti kebingungan ketika tahu ahli kesehatan saja begitu banyak yang menjadi korban. Saya meyakini setiap orang jika dalam situasi seperti ini pasti mengingat Tuhan Yang Maha Segalanya. Kita makhluk lemah tanpa daya, apalagi jika tanpa pertolongan Tuhan.

Kedua, ada kesungguhan dalam penghayatan hidup beriman. Adanya larangan berkumpul atau berkerumun juga memaksa kita tidak bisa beribadah di Gereja. Ada rasa yang berbeda dengan situasi normal biasanya dan berdoa secara pribadi dari rumah masing-masing. Sekian lama hal itu terjadi, menimbulkan kerinduan yang besar untuk ke Gereja.Ketika diperbolehkan beribadat di Gereja dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, ada suasana doa yang lebih khusyuk. Ketika Misa berlangsung, tidak ada yang bermain gawai, ngobrol bebas dengan sebelahnya dan keheningan mudah didapatkan dalam mengikuti ibadat.

Ketiga, setiap orang terdorong untuk lebih peduli kepada orang lain. Situasi pandemi memberikan pelajaran berharga, bahwa setiap orang harus mau saling tolong menolong. Ketika aku suatu saat tak berdaya, aku pasti butuh bantuan orang lain.Pemakaian masker, mencuci tangan sesuai protokol kesehatan membiasakan setiap orang untuk memikirkan kesehatan orang lain sekain kesehatan diri sendiri. Jika aku aman maka orang lain akan terbantu untuk aman, begitu juga sebakliknya.

Keempat, pandemi juga mengajarkan banyak orang untuk mencari cara yang terbaik. Tayangan pelaksanaan Sakramen Ekaristi secara online di internet, merupakan contoh cara alternatif beribadat di situasi darurat. Hal semacam ini menjadi cara-cara baru, baik dan efektif untuk kegiatan menggereja yang lain. Ada cara baru bagi umat beriman dalam usaha untuk mempertanggungjawabkan iman.

Kelima, setiap orang juga diajarkan untuk lebih berhati-hati. Seperti cuplikan pesan Kitab Suci, setiap orang diharapakan untuk berjaga-jagalah!. Sebelum melakukan sesuatu harus dipikirkan dampaknya, ada persiapan yang baik hingga melakukan sesuatu yang baik di dalam Nama Tuhan. Doa menjadi kekuatan bagi semua umat beriman.

Kontributor: Yoseph Widyawan, Pendidik Agama Katolik SMP di Salatiga

Bisa berkunjung ke http://bahagiakan wordpress.com/

Susy Haryawan

3 thoughts on “Pandemi sebagai Permenungan Umat Beriman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *