Jagat Tidak Menampik ”Yang Terbuang”
Oleh Andre Sumariyatmo
Sejak meninggalkan Wisma Nazareth tahun 1987, saya menyadari status saya sekarang adalah “awam”. Konsekuensinya, saya melepaskan apapun yang berbau dan melekat sebagai seorang “biarawan” dan “calon imam”. Di tengah-tengah umat lingkungan, saya menghindari tugas yang berkaitan dengan liturgi dan katekese. Saya baru terlibat kalua diminta oleh Ketua Lingkungan atau Romo Paroki.
Saya lebih fokus untuk menjalani kegiatan dan kesibukan dalam tugas dan pekerjaan di kantor. Saya bekerja dengan baik dan penuh tanggung jawab, agar karier saya terus berkembang, yang memberikan dampak ekonomi keluarga berkecukupan. Saya syukuri apa yang saya terima dari rahmat Tuhan; mempunyai isteri yang baik dan pandai memanage keuangan keluarga, serta tiga anak yang sudah selesai pendidikan di Perguruan Tinggi. Tahap berikutnya, saya tinggal mendampingi mereka dalam persiapan membangun rumah tangga. Kebahagiaan saya bertambah besar, karena mereka menyadari sebagai orang katolik yang setia, iman mereka tetap teguh kepada Yesus Sang Penyelamat, dan mereka mau terlibat dalam pelayanan di lingkungan atau paroki.
Saya ikut bersyukur dapat hadir, bergabung dan terlibat dalam Paseduluran Brayat Minulya Nusantara (PBMN) sebuah paguyuban para mantan MSF, yang terus berbenah diri untuk memberikan kenyamanan kepada semua anggotanya. Saya menghayati PBMN ini sebagai keluarga besar, yang berupaya saling memberikan perhatian, penghiburan, dukungan dan pertolongan bagi sedulur yang sedang mengalami musibah, tidak punya pekerjaan, sakit, usaha bangkrut, mengalami ketidakpuasan, atau kekecewaan karena dikeluarkan dari MSF, atau mengundurkan diri dari hidup membiara atau pendidikan imam MSF.
Uneg-Uneg yang Tak Terjawab
Realita keluar dari hidup membiara bisa disebabkan beberapa alasan, misalnya: mengundurkan diri karena inisiatip pribadi, atau saran positif dari pembimbing rohani. Bisa juga dikeluarkan, karena tidak bisa memenuhi tuntutan studi di FTW; dinilai memiliki karakter egois atau otoriter, yang tidak mendukung untuk menjadi seorang imam, atau sulit hidup dalam komunitas; tidak taat atau tidak cocok dengan kebijaksanaan pemimpin.
Sejak saya bergabung dan bergelut dalam dinamika perjalanan PBMN selama ini, dan lewat sharing, curhat secara pribadi atau membaca chat dalam WA Group PBMN, saya dengan jujur mengatakan “sangat prihatin” dan ingin membantu para sedulur, yang masih menyimpan rasa kecewa, sakit hati, marah, dendam, tidak puas atas keputusan pembimbing rohani, romo rektor, magister atau propinsial. Rupanya uneg-uneg yang pahit ini masih bercokol di dalam hati, ada yang baru lima atau sepuluh tahun. Tetapi yang mengagetkan saya, ada yang sudah mengendap lebih dari dua puluh tahun bahkan dua puluh lima tahun. Pergulatan batin yang seakan-akan tidak tuntas terjawab. Butuh berapa puluh tahun lagi untuk penyelesaian uneg-uneg ini? Bagaimana bisa hidup dengan hati yang damai, tentram dan bahagia, kalau masih ada beban batin yang mengendap? Padahal Yesus mengingatkan, “Pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu” (Mat 5:24).
Fakta yang memprihatinkan ini saya bawa dalam doa. Saya memohon secara khusus kepada Santo Yusup, agar saya dibantu untuk dapat menolong dan meringankan beban pikiran, serta menghilangkan sakit hati para sedulur Bramin ini. Keteladanan Santo Yusup yang kreatif, dan tidak banyak ngomong dalam mengatasi persoalan, mendorong saya untuk berbagi, sharing kepada para sedulur Bramin. Saya sangat percaya Santo Yusup memiliki hati yang lembut dan tulus, untuk merangkul siapa pun yang sedang tersakiti. Semboyan: “Ite ad Josep” (=Datanglah pada Yusup), memberikan energi positip kepada saya, dan semoga tertular juga kepada para sedulur PBMN lainnya.
Lima Langkah Jawaban
Ada 5 (lima) langkah yang saya tempuh untuk menghilangkan keresahan, uneguneg yang awalnya membuat saya stress dan sulit untuk bangkit (move on), yakni :
1. Saya berusaha terus meyakinkan dan memantabkan diri, bahwa kondisi saya saat ini adalah awam, bukan lagi seorang biarawan atau calon imam. Saya tinggalkan gaya penampilan sebagai seorang frater. Juga, tidak ada keinginan masuk tarekat lain atau projo. Dunia awam memiliki daya tarik dan tanggung jawab sendiri.
2. Saya mempunyai target untuk menyiapkan diri terjun ke tengah masyarakat dengan belajar ilmu keuangan dan marketing. Dua bidang ilmu yang saya minati. Lalu saya mencari pekerjaan yang membuat saya hepi, semangat, semakin percaya diri dan memberikan kesejahteraan kepada keluarga.
3. Keterlibatan saya dalam pelayanan paroki atau keuskupan berawal dari kebutuhan, dan permintaan dari umat atau romo paroki. Saya menghindari untuk tampil atau bertugas sebagai anggota Dewan Paroki atau Seksi tertentu, karena merasa mantan frater. Saya menjalani aktivitas di paroki secara alami artinya umat atau romo yang berinisiatip memberi kepercayaan dan menawarkan kepada saya, bukan saya yang meminta.
4. Setelah saya dapat pekerjaan, saya fokus mencari sosok wanita untuk menjadi pasangan hidup. Kami bersama-sama mau membangun keluarga yang baik dan bahagia. Wanita yang saya pilih berasal dari paroki yang tidak ada hubungan penugasan apapun oleh MSF selama saya jadi frater. Betul-betul fresh. Alasan saya, tidak mau ada celotehan bahwa isteri saya tertuduh: yang menggagalkan perjalanan imamat saya. Isteri saya tidak punya beban, karena kenal saya sudah menjadi awam.
5. Saya harus bersyukur, bahwa Tuhan masih memberikan banyak teman, bakat, kesempatan kepada saya untuk berbuat baik dan membahagiakan sebanyak mungkin orang. Oleh karena itu saya mau menyemangati dan mendorong para sedulur bramin untuk meyakini bahwa “jagat tidak menampik yang terbuang” maksudnya, dunia masyarakat atau komunitas gerejawi sangat welcome, sangat membutuhkan uluran tangan, bantuan dan kasih pelayanan dari para sedulur bramin yang terkasih.
Sabda Tuhan menguatkan kita semua :”Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKU, diberikanNya kepadamu. Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain” (Yoh 15: 16–17). Berkah Dalem.
Pejompongan, 24 Februari 2023