Pengampunan dan Hukum Positif
Menarik apa yang terjadi dengan kisah klasik pembubaran ibadah, kali ini rosario yang dilakukan oleh mahasiswa Katolik sebuah universitas di Tangerang. Mengapa klasik, wong sudah berkali ulang dan penanganannya yang ngono ae. Sikap orang-orang Katolik juga 11 12, ada yang mengatakan itulah salib, mengampuni, pengikut Yesus yo kudu nampa, dan sejenisnya.
Namun perlu diingat, bahwa di negeri ini, sebagai warga Gereja juga warga negara. Kata Mgr Soegijapranata 100% Katolik, 100% Indonesia. Jelas, lugas, dan pasti artinya, adalah bahwa terikat hukum Gereja namun juga dijamin oleh KHUP, sebagai hukum positif bernegara, di mana itu menjamin hidup bersama sebagai sebagai warga Indonesia.
Pengampunan, kasih, itu tidak salah, tidak keliru, dan bahkan bagus. Mengikuti Yesus memang harus memanggul salib. Nah itu adalah anak Gereja, apakah dengan sikap pengampunan itu layak jika berbicara selaku warga negara Berpancasila?
Layak dicermati dengan lebih lagi mengenai hal ini.
Santo Yohanes Paulus II memberikan contoh terbaik mengenai pengampunan. Ketika mendiang ditembak oleh Ali Aqca ia mengampuni, bahkan mendatangi dan mendoakan. Selaku hamba dari para hamba Allah keteladananya tidak bisa lagi diragukan. Tidak sekadar konsep namun ia melakukannya. Kontekstual.
Toh Ali Aqca pada akhirnya tetap dihukum kurungan. Pengampunan tidak menghilangkan tuntutan hukum pidana. Hal ini benar, tepat, dan sangat baik. Pidana tidak mengenal damai, maaf, dan pengampunan.
Ranah yang berbeda, bukan seenaknya sendiri dicampuradukkan demi kepentingan sempit, terutama tidak mau bertanggung jawab. Hal yang membuat keadaan tidak semakin baik sebagai warga negara dan bangsa.
Hal yang perlu disadari dengan baik bagi anak-anak Gereja di Indonesia, termasuk para pastor dan juga uskup, sehingga memberikan delegasi untuk pelaporan dan bisa memberikan kesaksian sebagai ahli. Jangan mengatakan lagi hanya persoalan sepele, demi hidup berdampingan dengan baik, atau sejenisnya lagi.
Penegakkan hukum itu juga bagian dari kasih. Pembiaran atas hukum yang lembek bukan sikap yang baik bagi Gereja. Ingat, bagaimana Yesus juga memorakporandakan pedagang di Bait Allah karena menjadi pusat perdagangan dan juga adanya monopoli. Kesalahan itu harus diluruskan, jangan bicara soal kesadaran.
Suara kenabian itu juga tugas pokok anak-anak Tuhan. Jangan lupa, itu penting. Salah satu tugas Gereja. Membangun cinta kasih, damai, dan pengampunan itu juga tugas yang sama. Nah, jangan abai akan tugas yang lain.
Ketidakadilan harus dihapuskan, bahkan Yohanes Pembaptis sampai berteriak-teriak di padang gurun pun dilakukan. Jangan abai akan tugas dengan mengatakan tugas yang lain.
Salam JMJ
Susy Haryawan
Mengampuni itu pasti, ini kesalehan hidup yang surgawi banget….pengampunan tidak menghapuskan efek hukum….
Maka dalam Tangsel case ini…proses hukum mesti berlanjut dan ditegakkan seadil adil nya. Bukan sekedar perkara untuk menimbulkan efek jera… lha nyatsnya ya tdk jera…., tetapi supremasi hukum mesti ditegakkan….negara harus hadir nyata…dan…tetep jaga nkri….
nah kan wis dibalen maneh karena supremasi hukum e herehhek, pokok e rampung ra gelem kangelan
salam JMJ