Katekis Hantar 231 Umat Terima Krisma
Sakramen Krisma diberikan Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang, Monsinyur Robertus Rubiyatmoko, kepada 231 umat paroki di Gereja Santo Athanasius Agung, Karangpanas, Semarang, dalam Ekaristi pukul 08.00 WIB, Minggu, 18 Agustus 2024. Momentum tersebut bertepatan dengan perayaan Misa Hari Raya Santa Maria Diangkat Ke Surga , dan berbarengan dengan Hari Ulang ke-60 tahun Pengurus Gereja Papa Miskin (PGPM) Paroki Karangpanas, serta acara pisah-sambut Romo Vikaris Paroki. Misa dirayakan secara konselebrasi. Bapa Uskup memimpin ekaristi sebagi konselebran utama didampingi Romo Benny Bambang Sumintarto Pr, Romo Andreas Setyo Budi Sambodo, Pr., Romo Yuventius Denny Sulistia, Pr, Romo Coky Pr, dan Romo Arga OAD.
Perayaan ekaristi berlangsung sekitar tiga jam. Lama, karena biasanya ekaristi sekitar satu setengah jam. Kendati demikian wajah-wajah ceria dan sukacita sangat mudah ditemukan di antara umat. Jumlah umat yang hadir sangat banyak. Tempat duduk di dalam Gedung gereja penuh umat, demikian juga aula dan teras di samping dan depan gereja dengan kursi tambahan. Setelah perayaan ekaristi, penerima krisma dan katekis serta para petugas liturgi menyempatkan diri foto bersama Bapa Uskup dan para Imam di depan altar.
Monsinyur Rubiyatmoko mengucapkan terima kasih kepada para katekis dan semua pihak yang sudah mendampingi para calon hingga penerimaan sakramen krisma. Butuh waktu berbulan-bulan para calon penerima sakramen krisma untuk mengikuti pembelajaran bersama para katekis dan pendamping. Ada juga calon yang terpaksa tidak menerima sakramen krisma karena pindah tempat tinggal, beberapa kali absen proses pembelajaran dan hal lain.
“Di wilayah saya jumlah calon penerima krisma total sembilanbelas, belum lulus lima,” kata Tatiana Desi, katekis dari Wilayah Jangli. Mereka yang tidak lulus karena terkait masalah presensi dan ada juga yang mengundurkan diri karena harus sekolah ke luar kota dan juga alasan lain. Tatiana adalah satu dari 80 katekis yang mendampingi calon krisma belajar untuk mendalami iman katolik agar siap menerima sakramen krisma di Paroki Karangpanas, Semarang.
Para katekis tentu membutuhkan stamina yang baik. Agenda kegiatan yang padat, jadwal yang ketat, materi yang tidak sedikit tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para katekis. Beberapa katekis berbagi cerita kesan mereka mendampingi para calon krisma.
Mata Bahagia
“Melihat jendela mata mereka adalah kebahagiaan tak terkira,” jawab Tatiana Desi saat ditanya kesannya sebagai katekis. Tatiana ikut mendampingi 19 anak dari Wilayah untuk persiapan penerimaan sakramen Krisma. Ia merasakan sukacita banyak orang tua, karena terpenuhinya harapan dan kerinduan mereka terhadap anak-anaknya untuk semakin mengenal dan dekat dengan Tuhan.
Pembelajaran persiapan krisma di Jangli didampingi oleh enam katekis dan dijadwalkan secara bergantian. Masing-masing katekis, tutur Tatiana, memiliki metode yang berbeda-beda. Kendati demikian, setiap katekis sangat bersemangat dalam penyiapan bahan ajar. Ada katekis yang menggunakan media presentasi dan ada juga katekis yang menggunakan metode dinamika kelompok. Selain itu, ada juga katekis yang mengajak anak-anak berbagi pengalaman dalam kehidupan keluarga, menggereja dan bermasyarakat.
Selain mendampingi persiapan penerimaan sakramen krisma, Tatiana juga menjadi katekis persiapan baptis dan komuni pertama. Ia menjadi katekis sejak usia 22 tahun. Atas kiprahnya menjadi katekis, wanita yang dikaruniai dua putri itu mengaku mendapat dukungan dari suami dan anak-anak. “Saya ingin mengambil bagian di Gereja,” jelas Tatiana ketika ditanya motivasinya menjadi Katekis.
Tatiana ingin mengajak anak-anak katolik untuk terlibat nyata di lingkungan masyarakat. Mereka bisa ambil bagian dalam bakti sosial di Masyarakat seperti bebersih kota atau karya karitas lainnya di lingkungan masyarakat. Selepas acara penerimaan sakramen Krisma beberapa waktu lalu, Tatiana masih berharap satu kesempatan bisa mengajak anak-anak mengunjungi masyarakat yang terpinggirkan. “Supaya anak-anak berlajar mengenal kehidupan masyarakat sesungguhnya,” jelas Tatiana.
Selain itu, Tatiana Berharap, katekis dapat berbagi pengalaman dan berefleksi mendalam setelah mendampingi persiapan penerimaan sakramen babtis, komuni ataupun krisma. Dengan demikian bisa terbentuk tim katekis senior dan junior tidak terbatas wilayahnya saja, sehingga para katekis bisa saling belajar dan melengkapi metode pendampingan belajar anak. “Jika sharing dan refleksi tersebut dibukukan, tentu bisa menjadi warisan bagi katekis muda dan kekayaan batin tersendiri,“ papar Tatiana.
Musti Belajar Lagi
Aloysius Lukas (37th), Katekis dari Wilayah Kesatrian, mengatakan bahwa ia harus belajar lebih lagi tentang kekatolikan. “Yang sangat mengesankan adalah bisa belajar bersama dengan mereka, dan saya dituntut untuk belajar lebih lagi,” ujar Lukas. Menjadi tantangan buat dia saat menemui materi yang tidak dipahami. Ia juga harus belajar lagi.
Tahun ini merupakan periode kedua kesempatan Lukas mendampingi calon Krisma. Kesempatan pertama dilaluinya pada tahun 2022. “Saya prihatin, di wilayah saya tidak ada kader katekis dan saya diminta menjadi katekis pada tahun 2021,” ungkap Lukas. Keprihatinan itu rupanya yang memotivasi Lukas untuk melayani menjadi katekis. Lukas memiliki seorang putra berusia lima tahun. Istrinya sangat mendukung Lukas dalam menjalani pelayanan sebagai katekis.
Sebagai katekis, Lukas mendapatkan kegembiraan ketika berbagi pengetahuan iman dan kekatolikan. “Tapi jadi sedih juga jika ada katekumen yang masih males belajar,” kata Lukas. Kepada mereka yang masih kurang semangat, Lukas bersama para katekis tetap terus mendampingi agar para katekumen pada akhirnya mampu memahami pembelajaran dan menyelesaikan tugas.
Lukas berharap para katekis lebih didukung dalam setiap program kerja. Ia juga berharap dapat difasilitasi dalam penanganan pengajaran. “Terutama dalam hal pendanaan buku-buku pedoman kami sebagai katekis,” jelas Lukas.
Persembahkan Waktu dan Kemampuan
D. Dawud Susilo (58th), Katekis Wilayah Jangli Permai, juga berharap paroki memiliki bank buku (library) baik yang versi phisik buku maupun versi digital. Ia juga berharap pengurus paroki memiliki program yang lebih bisa diterima oleh calon penerima sakramen krisma. Pria yang dikarunia 4 putra ni merasa pada periode kali ini terasa kurang greget, tanpa menjelaskan lebih jauh. Ketika ditanya kendala terkait proses pembelajaran, Dawud menyatakan hanya masalah jadwal saja.
Kendati demikian, Dawud sangat terkesan dengan para calon penerima sakramen krisma yang bertanya tentang kekatolikan. “Katekumen berani bertanya tentang kekatolikan,” jawab Dawud saat ditanya kesan-kesannya dalam proses pendampingan calon krisma.
Dawud mulai menjadi katekis tahun 2017 dan ia ingin mempersembahkan kemampuan dan waktu kepada Tuhan. “Semua hal adalah karunia Tuhan,” demikian kata Dawud saat ditanya motivasinya menjadi katekis.
Ikut Training
Adi Setyadi (46th), katekis di Wilayah Kesatrian, memiliki pendangan lain. Ia berpendapat, selama ini dari penguus paroki sudah bagus. “Para katekis sudah diikutkan training pembekalan katekis dan semoga saja training-training selanjutnya tetap terus diadakan,” papar Adi. Pria murah senyum ini sudah menikah dan dikaruniai 2 anak. “Keluarga sangat mendukung sekali,” jelasnya
Adi ingin dengan menjadi katekis bisa menjadi contoh dalam bersikap dan bertingkah laku, terutama dalam kehidupan di keluarga. “Semoga bisa menjadi conton anak-anak kami,” harap Adi yang periode lalu juga mendampingi calon penerima krisma.
Adi sangat terkesan terhadap anak-anak yang rajin datang dan aktif dalam pembelajaran. Orang tua para calon krisma, dirasakan Adi, juga sangat mendukung proses pembelajaran tersebut baik secara moral maupun material. Salah satu kegiatan pembelajaran, ziarah ke Gua Maria Grabag dan kunjungan ke Museum Misi Gereja Katolik di Muntilan mendapat dukungan orang tua, sehingga acara tersebut berjalan lancar.
Jangan Kehabisan Gagasan
Tidak semua pendamping pembelajaran krisma adalah katekis. Agnes Joenita Lestari (56th), dari Wilayah Ngesrep, mengaku bukan katekis. “Saya tidak tertarik dan tidak ingin menjadi katekis,” terang Agnes. Di Paroki Agnes aktif melayani dalam pelayanan panduan visual (TPV), yang bertugas menayangkan teks dan panduan perayaan ekaristi pada layar presentasi. Tugasnya lebih banyak di bilik perangkat elektronik, laptop, computer, LCD dan internet.
“Saya diminta mengajar calon penerima sakramen krisma tahun 2022. Itu pertama kali saya mengajar,” papar Agnes. Ia mengaku, sebenarnya bukan katekis. Pada periode tahun 2024, ia kembali diminta pengurus wilayah untuk mendampingi calon penerima krisma, karena kekurangan katekis. “Ini kali kedua saya mengajar dan diminta mengajar kelas remaja,” jelas Agnes.
Banyak kesan yang didapat oleh wanita yang dikarunia empat anak itu selama proses pendampingan. “Manakala yang saya ajarkan itu sesuatu yang mereka belum pernah tahu. Bagaimana cara saya bisa mengajar yang membuat mereka tertarik dan saya menunggu apa lagi yang akan saya sampaikan dan ajarkan,” jelas Agnes saat ditanya tantangannya. “Harapan saya, para katekis tidak pernah kehabisan ide dalam mengajarkan ajaran gereja,” kata Agnes.
Pasrah Kepada Tuhan
“Jika saya kurang persiapan materi, karena banyaknya jadwal acara yang saya jalani, saya memasrahkan diri saya pada-Nya,” ujar Fransiska Ambar Kristyani (62th), katekis dari Wilayah Karangrejo. Dengan penuh keyakinan Ambar berucap dalam hati,”Yesus, ini program-Mu kan? Jadi aku hanya mengikuti program-Mu. Berhasil atau tidaknya terserah pada-Mu, ya Yesus.” Dengan keyakinan tersebut Ambar menemukan kenyataan bahwa kegiatannya banyak berhasil. Dan memuaskan.
Ambar menjadi katekis sejak tahun 1983. “Ajakan para senior saya waktu itu. Semacam penugasan dari ketua Kring. Sebutan Kaling jaman dulu. Beliau melihat saya mampu dan mau. Saya merasa senang-senang saja,” tutur Ambar. Wanita yang dikurniai empat putra dan 2 cucu itu punya pengalaman mengajar calon baptis di sekolah mapun di rumah.
Kesan Ambar selama mendampingi calon krisma, ia merasa tertantang sekaligus senang. “Merasa dipercaya,” ungkap Ambar. Kegiatan Ambar sebagai katekis sangat didukung oleh sang suami. Ia mangatakan, “Anak dan menantu bahagia dengan kiprah ibunya.”
Banyaknya pengalaman Ambar menjadi katekis bukan berarti tanpa masalah. “Biasanya merasa agak terganggu karena harus mempersiapkan materi, waktu, dan mental,” tutur Ambar. Tetapi setelah usai mengajar Ambar merasa bahagia dan puas serta merasa eperti ada daya pencerahan. “Dan mereka para alumni yang pernah saya ajar, kalau bertemu saya ramah menyaudara. Ini membuat saya bahagia,” ungkap Ambar.
“Harapan saya, Gereja lebih merangkul orang muda untuk berkiprah,” ujar Ambar. Bagi dia, musuh terberat adalah generasi z, karena mereka lebih mencintai gawainya daripada melakukan kegiatan bersama di lingkungan, wilayah atau paroki. Kedekatan penerimaan sang gembala kepada orang-orang muda ini, menurut Ambar, sangat dibutuhkan, agar mereka menemukan kegembiraan di luar gawainya. “Tetapi, bagi saya semua program Yesus. Pasti ada solusi,” tegasnya.
Luar biasa. Kemampuan menulis didukung kemauan menjadikan BP. Unggul kian matang berliterasi. Semoga ke depannya orang Muda Katolik mendapat tempat dan dorongan menulis. Semoga Paroki – paroki memvasilitasi dalam hal ini.
Gaas ya Bu Ambar. Semangat.