Menjadi Pastor yang Serba Bisa
Misi ke Agats Bagian Ketiga
Di Keuskupan Agats, sebagian besar pastor paroki harus menangani hampir seluruh urusan rumah tangga paroki. Pastor paroki harus mengerjakan administrasi paroki maupun kehidupan hariannya. Selain di paroki di Kota Agats, demikian Romo Tjokro menjelaskan, paroki-paroki belum ada pengurus paroki seperti sekretaris, bendahara ataupun pengurus rumah tangga paroki. Kepengurusan yang terbentuk biasanya pengurus bidang pewartaan, kepemudaan/remaja dan anak-anak.
Sebagai romo paroki, Romo Tjokro juga musti mengajarkan berbagai hal agar acara acara liturgi dapat terselenggara secara semarak. Ia mendampingi umat untuk memilih dan menyanyikan lagu liturgy; melatih tata laksana peribadatan, hingga pendampingan kepemimpinan jemaat. Dengan demikian, Romo Tjokro berharap agar persekutuan umat semakin terwujud dan ibadat bisa diselenggarakan, meskipun tidak selalu dipimpin oleh pastor parokinya.
Di gereja pusat paroki tempat Romo Tjokro berkarya, ada lahan tanah yang subur di pinggir kampong berbatasan dengan hutan. “Saya mengajak umat untuk membuka kebun dan bercocok tanam,” kata Romo Tjokro. Dengan bercocok tanam, Romo Tjokro berharap umat mendapat pasokan beragam sayuran dari kebun sendiri.
Kondisi tersebut menyadarkan Romo Tjokro, bahwa untuk menjalankan tugas perutusan di Keuskupan Agats tidak cukup hanya berbekal ilmu pengetahuan akademik saja. “Menurut hemat saya, seorang pastor di Keuskupan Agats harus memiliki ketrampilan lain untuk menudukung reksa pastoral umat.” Jelas Romo Tjokro.
Sayangnya, tuntutan tersebut belum sepenuhnya terpenuhi. Jumlah imam yang berkarya di Agats masih sangat terbatas jumlahnya. Sebagian besar imam diosesan berasal dari Kei,Tanimbar dan Flores. Putra Asmat yang ditahbisakan sebagai Imam diosesan baru dua orang.
Selain para imam deosesan, di Keusupan Agats juga dilayani oleh imam dari berbagai tarekat. Ada sejumlah imam dari Ordo Salib Suci (OSC) Provinsi Sang Kristus, Bandung. Tarekat OSC, khususnya OSC dari Provinsi St Odilia, Amerika Serikat, memiliki jejak sejarah sebagai perintis pewartaan Injil di Agats. Selain itu juga ada’misionaris’ dari para imam diosesan yang di utus oleh Keuskupan Bogor dan Keuskupan Agung Semarang. Tentu juga ada imam dari tarekat OFM dari Provinsi Papua, sekaligus untuk “menemani” Mgr. Aloysius Murwito OFM, Uskup Keuskupan Agats.
Enam tahun lamanya Romo Tjokro berkarya di paroki. Kemudian ia dipindahkan ke kota Agats untuk menangani pekerjaan di Sekretariat Keuskupan, menangani Kios Sembako dan ikut mengelola Poliklinik yang terletak jauh di luar kota Agats, di daerah pantai Laut Arafuru. Tahun ini merupakan tahun ke-12 Romo Tjokro berkarya sebagai imam deosesan di Agats, Papua. Dan tentu saja, di luar tugas tugas di atas ia juga masih harus membantu paroki-paroki pada akhir pekan.
Dan tugas yang langsung terkait pada hidup spiritual, secara berkala Romo Tjokro mesti menangani rekoleksi dari komunitas biarawati yang tersebar di beberapa tempat di luar kota Agats. Tugas-tugas tersebut masih ditambah suatu tugas khusus, yakni memonitor pelayanan penyandang penyakit kusta di sejumlah kampung maupun monitoring pelayanan HIV/ Aids.
Banyak sekali tugas yang harus ditangani oleh Romo Tjokro. Dengan tugas yang sederet tersebut, mungkin menimbulkan pertanyaan: apakah tidak ada tenaga lainnya? “Ada tenaga lain, tetapi mereka dirasa belum mempunyai kompetensi maupun kinerja yang dapat mendukung tugas-tugas tersebut,” jelas Romo Tjokro.
Dalam hal membantu pelayanan paroki lain pada akhir pekan atau pada Hari Raya Gerejani, hampir semuanya berada di luar kota Agats, kecuali secara tetap membantu Paroki Katedral Salib Suci, Agats. Paroki-paroki yang berada di luar kota Agats selalu memerlukan waktu tempuh berjam-jam melalui jalur sungai. Bahkan suatu saat mesti membelah belantara atau membelah rawa dengan segala rintangannya. Namun semua lelah perjalanan terobati ketika Romo Tjokro sampai di tujuan dan bertemu dengan umat setempat. (Unggul)