Bila Foto Lama Bercerita
Foto berbingkai kayu tergeletak di sudut kamarku. Aku mengambilnya dan mengusap debu yang melekat pada kaca. Tampak dalam foto itu, aku berpose dengan para sahabat masa remaja. Kami tertawa lepas. Aku mengenang mereka. Kini, satu per satu dari antara mereka tak terdengar lagi kabar beritanya.
Gambar lawas itu mengingatkan kembali pengalaman bersama. Para sahabat seolah mengunggah cerita. Kami pernah naik sepeda sampai ujung daerah kabupaten Bantul, objek wisata Pantai Parangtritis. Mengingat peristiwa itu, aku hanya bisa tersenyum kecut. Kala itu, aku hanya pamit kepada orangtua untuk bersepeda di sekitar kota Jogja. Aksiku terungkap. Bapak dan ibuku menemukan butiran pasir pantai dalam saku celana. Mereka menskorku sementara untuk tidak bersepeda. Masa hukumanku berakhir. Aku kembali bisa mengayuh sepeda bareng teman-temanku. Perjalanan gowes berikutnya ke objek wisata yang terletak di lereng Gunung Merapi. Aku dan para sahabat mengayuh sepeda ke arah utara kota Jogja. Medan menanjak menjadi tantangan tersendiri. Jika tak kuat mengayuh sepeda, kami mulai menuntunnya. Aku merasa heroik dengan pengalaman ini. Bayangkan saja. Seorang remaja tingkat sekolah menengah pertama akan mencapai Telaga Putri, kawasan yang berada 900 meter di atas permukaan laut.
Heroismeku tiba-tiba luruh. Rasa lelah menjadi tak terkira. Tiba-tiba saja, kurang dari 200 kayuhan kaki pada pedal sepeda, aku melihat bapak dan ibu bersama para saudaraku. Salah satu saudaraku bahkan berseru lantang menyapa. Bapak dan ibu yang semula tak tahu keberadaanku kini gamblang menyaksikan polahku. (Ismulcokro)
Nostalgilaaa, … Bisa menghambat kemajuan, atau mendorong perkembangan…🙏👍