Karunia Cinta dan Keteguhan Hati Orang Tua
Ketika membuka WAG ada berita duka. Setelah discroll saya membaca tulisan dari Bli Paul Subiyanto: “Pulang dr Gianyar, jalan macet parah krn banjir, tiba2 hp berdering dari kakak mengabarkan putranya meninggal. Tiba2 ingatan kembali ke 30 th silam, ketika kakak menilpon mengabarkan putranya (bayi 1 th) masuk ICU koma di Lombok. Ada peradangan otak shg hny bertahan krn bantuan peralatan. Pilihan yg sulit, mencabut peralatan berarti anak meninggal tapi masalah selesai ato bertahan tapi kemungkinan klo sembuh pun cacat. Akhirnya pilihan kedua dan benar sejak itu, 30 th anak hny bergolek seperti bayi, tdk bisa apa hingga usia 31. Luar biasa, dirawat dg penuh kasih seperti bayi sampai usia 31 th. MungkinTuhan menganggap sudah cukup, dan memanggil anak itu pulang. RIP Heribertus ”
Saya harus membaca ulang dua kali soal bayi 1 tahun dan 30 tahun yang lalu. Saya tak bisa merumuskan dengan kata-kata selain ikut berbela duka yang mendalam. Tapi di balik itu semua, ada sebuah cinta dan pengorbanan yang luar biasa dari kedua orang tua dan seluruh keluarga selama 31 tahun. Tuhan mahaagung atas semua karya cintaNya yang dahsyat.
Perasaan orang tua yang menyaksikan perjalanan hidup anaknya dalam kondisi yang sangat terbatas adalah suatu pengalaman yang penuh dengan nuansa yang tak terungkapkan. Ketika mereka (Bli Paul) menerima kabar duka ketika perjalanan pulang dari Gianyar terhenti oleh kemacetan banjir, hatinya seolah terhempas dalam sekejap. Kabar kematian putra mereka, Heribertus, adalah akhir dari sebuah kisah panjang yang dipenuhi perjuangan, harapan, dan cinta yang tak terbatas.
Membayangkan saat-saat 30 tahun silam, ketika sang bayi terbaring di ICU, mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit: melepaskan alat yang menyokong kehidupan atau bertahan dalam ketidakpastian. Pilihan untuk tidak mencabut alat pernapasan adalah sebuah keputusan yang lahir dari cinta yang mendalam, meskipun penuh risiko. Dalam hati mereka, diselimuti kebimbangan dan harapan, terlintas pertanyaan-pertanyaan akankah cinta dan doa mereka cukup untuk menjaga kehidupan putra mereka?
Selama tiga dekade, Heribertus menjadi sumber keteguhan dan inspirasi bagi orang tuanya. Setiap hari, mereka mengulurkan tangan, memberi kasih sayang, dan menjaga putra mereka seolah ia adalah bayi yang baru lahir. Cinta mereka tidak hanya sekadar perasaan, tetapi menjadi tindakan nyata yang mencerminkan pengorbanan yang mendalam.
Melihat putra mereka bergolek tanpa mampu melakukan hal lain adalah pengingat bahwa cinta tidak memerlukan kata-kata atau keinginan yang besar; cinta cukup dapat hadir dalam perhatian sehari-hari dan sentuhan lembut. (Alfred B. Jogo Ena)