Pastor Tidak Baik-baik saja
Menarik melihat judul ulasan menanggapi pastor yang maaf, bunuh diri. Kondisi yang sangat tidak baik dan juga tidak mudah. Jadi teringat, bagaimana kurang lebih setahunan ini di salah satu akun media sosial ada orang yang mencoba menguliti skandal para pastor. Tentu bukan mau bicara mengenai ini.
Baru banget juga mendengar, bagaimana relawan, voluntir, dari denominasi Gereja lain yang mengalami percobaan kekerasan seksual. Mirisnya pelakunya adalah warga, umat, anak binanya. Betapa keras, liar, dan luar biasa berat perjuangan yang mereka hadapi.
Pemahaman selama ini, masa pendidikan dulu juga, karena dunia laki-laki, hal demikian tentu tidak pernah terdengar tantangan dan keadaan yang demikian. Mendengar kisah ini, jdi berfikir bagaimana mengelola tantangan, hambatan, dan juga penolakan, kadang ancaman, itu sebagai sebuah kondisi yang tidak baik-baik saja.
Belum lagi jika bicara mengenai selibat. Kondisi yang sangat tidak mudah, karena paradigma, pandangan, dan penilaian pihak lain belum tentu sama persis dengan apa yang menjadi pemikiran si pelaku. Bisa timbul gosip dan fitnah, padahal belum tentu ada apa-apa sebagaimana pemikiran umat atau orang lain.
Rekan sejawat, konfrater, atau pimpinan yang salah memahami, menemani, dan juga mengerti bisa membuat keadaan makin tidak baik-baik saja. Apalagi jika penghakiman yang datang, bukan menemani dalam malam-malam rohani.
Beban kerja, tanggung jawab, pastoral, dan juga urusan pribadi bisa jadi tidak terselesaikan dengan semestinya. Wajar, ketika mereka frustasi, belum lagi ketika mereka merasa sendiri, tanpa teman yang mau memahami.
Diperparah kala umat, teman-teman sepanggilan malah menghakimi, bahwa ia kurang menyerahkan diri pada kuasa Ilahi. Benar, dalam konteks spiritualitas, namun mereka juga manusia. Perlu untuk bisa berbagi, mengeluarkan uneg-uneg, ada sarana healing.
Hobi, kesenangan, dan juga cara untuk membunuh sepi menjadi penting. Tanpa kesenangan, hobi, dan kebiasaan untuk mengusir sepi, orang bisa menjadi overthingking, frustasi, dan pikirannya ke mana-mana. Mekanisme menghadapi kesendirian itu suatu hal penting dan pokok, sehingga tidak menjadi beban pikiran sendiri.
Bercerita, berbagi, dan mengatakan keadaan tidak baik-baik saja itu baik, bagus, dan harus malah. Kelemahan itu pasti ada, jangan disangkal dan kemudian bisa saling menguatkan dengan rekan-rekan sejawat dan sepanggilan.
Kebersamaan dengan kolega, konfrater-consuster, sesama relawan itu menjadi penting. Sejenak melepaskan rutinitas dan berbagi suka dan duka. Ingat, suka dan duka, bukan hanya sukanya saja. Kadang enggan membebani rekan namun dirinya tidak mampu.
Soal spiritualitas tidak perlu, pasti sudah paham, ingat jangan lepas dari Sang Pokok anggur. Ini mendasar dan penting. Jangan disepelekan.
Kesadaran diri bahwa tidak akan mungkin mampu menyenangkan semua pihak. Salah satu pentingnya menjadi diri sendiri adalah poin ini. Bagaimana bersikap, bertindak, dan berlaku orisinal diri. Tanpa perlu takut mengecewakan, menjadi musuh bagi beberapa pihak. Sepanjang bukan kejahatan dan merugikan yang dilayani, mengapa tidak?
Salam JMJ