Berziarah, Menghidupkan Kenangan Indah
Ziarah ini dalam pengertian mengunjungi makam. Saya bersama istri dan junior mengunjungi makam Ibu di Makam Kridholoyo, di Desa Panjang, Ambarawa, Kabupaten Semarang. Makam tampak bersih, rapi. Sepertinya habis ada kerja bakti membersihkan lahan makam. Ini bulan Februari, dalam Kalender Jawa masuk dalam bulan Ruwah. Biasanya pada bulan tersebut ada tradisi nyadran. “Oh, ini pasti habis ada acara nyadran,” kataku dalam hati.
Ibu dimakamkan di tempat berbeda dengan makam Bapak. Bapak dimakamkan di Bergota, Semarang, sedangkan Ibu dimakamkan di makam Desa Panjang, sesuai dengan pesan beliau. Ada ketentuan di makam Kridholoyo tidak boleh membuat kijing di atas makam. Kendati demikian makam tampak bersih. Makam desa itu dirawat dengan baik oleh warga desa. Terbersit rasa syukur ibuku dimakamkan di makam desa Panjang dekat dengan makam ayahnya (Kakek/Simbah) dan tantenya (bulik) ibu. Lokasi makam tidak jauh dari tempat peziarahan Gua Maria, Kerep, Ambarawa. Karenanya mudah bagi kami untuk menjalankan ziarah kubur, bisa sekalian ziarah ke Gua Maria, Kerep.
Waktu kecil Ibu pernah tinggal di desa Panjang, Ambarawa. Beliau menempuh pendidikan di Ungaran, kemudian bekerja dan menikah serta tinggal di Semarang. Sedangkan Kakek semasa hidupnya menetap di Desa Panjang, Ambarawa. Pada usia SD, saya senang sekali bila berkunjung ke rumah kakek. Kakek suka bercerita, baik kisah pewayangan maupun ketoprak. Selain mendengarkan cerita kakek, saya biasanya mencari kesempatan bermain di sungai yang banyak batu besar. Airnya masih jernih. Atau kalo ada sepupu, kami jalan-jalan ke Benteng Pendem, dekat Desa Bejalen.
Kakek seorang yang sangat menjaga kesehatan. Saya belum pernah mendengar kakek sakit. Sepertinya, beliau sehat selalu, walau minumnya kopi pahit dan suka merokok tingwe (nglinting dewe).
Kakek gemar membaca, khususnya majalah ‘Penyebar Semangat’. Beliau bisa berlama-lama membaca majalah ditemani dengan secangkir kopi dan tembakau. Jika cucunya bertanya sesuatu, beliau menurunkan majalah yang dibacanya, lalu menjawab pertanyaan dan menambahkan cerita-cerita. Secara rutin Kakek berkunjung ke rumah kami di Semarang dan menginap beberapa hari.
Sebagaimana tertera pada batu nisan, Kakek lahir tahun 1913 dan wafat tahun 1998. Hidupnya di dunia ini selama 85 tahun. Dalam perjalanan pulang dari berziarah banyak kenangan indah masa kecil melintas kembali di dalam benak. Kakek dan Ibu pasti hidup bahagia di Surga, sekalipun berbeda agama. Dan mereka juga masih hidup di dalam hatiku. (Unggul Prabowo)