(4) Reuni Novis 1984/85 : Memaknai Sharing Pengalaman Hidup
Pada seri keempat ini Ansgarius Hari Padma Wijaya menuliskan sharing beberapa sedulur yang ikut hadir dalam reuni novis MSF angkatan 1984/85 di Biara Kana, Salatiga, awal September 2022 ini.
Yohanes Berchman Teguh Budiyanto bertutur demikian. Tujuan saya bisa bertemu dengan teman-teman seperjuangan 38 tahun yang lalu, terkabulkan.
Memang setelah hidup bersama satu tahun di Salatiga dulu, sebagian besar sudah pernah bertemu, tapi kerinduan bisa bertemu secara “komplit” sebagai angkatan, itu yang paling menjadi alasan untuk datang. Itu yang saya rasakan dalam reuni lalu.
Semula saya pesimis bisa ikut, karena selama masa pandemic hanya ketika libur panjang anak-anak boleh pulang ke rumah. Kemarin Yayasan tempat kerja membuat kebijakan anak-anak boleh menengok rumah dua bulan sekali. Waktu pulang ke rumah ditetapkan tanggal 2 s/d 4 September. Jadilah saya ikut reuni.
Ketika mau berangkatpun, saya dimudahkan oleh pertolongan orang. Saya masih kebagian bis yang mau berangkat ke Jogja, sehingga walaupun hanya sebentar, saya sempat mampir ke rumah.
Senang bisa mendengarkan teman-teman share perjuangan hidupnya, sehingga sampai pada pencapaian hidup masing-masing sampai sekarang.
Terlebih saya kagum atas perjalanan dan perjuangan Romo Fajar Himawan MSF dalam menjalankan karya seturut panggilan-Nya.
Saya membayangkan keseharian Romo Fajar dalam melaksanakan pelayanan untuk umat. Ia harus berjalan melitasi rawa-rawa, hutan atau sungai. Romo Fajar sering menghadapi ancaman keselamatan jiwa, yang dapat muncul dari kesalahpahaman dan cara berpikir umat yang dilayani yang masih primitive. Belum lagi pengurbanan dia yang tidak bisa memperhatikan keluarga, di saat-saat yang semestinya Romo Fajar diharapkan hadir.
Oleh karena itu bisa dimengerti kalau Romo Fajar pernah mengalami depresi yang tidak hanya sebentar tapi tahunan. Sebagai temannya, kami tidak tahu kalau Romo Fajar membawa beban itu cukup lama.
Saya bersyukur, boleh mendengarkan sharing Romo Fajar bagaimana ia secara sadar berjuang untuk menyembuhkan dirinya, sambil terus berkarya melayani umat.
Saya maknai sharing perjuangan Romo Fajar dan teman-teman, sebagai pendorong untuk lebih serius dan memberi makna pada kesempatan yang masih boleh saya terima untuk bisa lebih melayani sesama dan keluarga.
Semoga masih ada kesempatan untuk bertemu lagi.
Yakobus Salesius Singgih Wibowo mengaku tidak jauh berbeda dengan para konfrater. Kami juga merasa senang dan bahagia dengan perjumpaan singkat kemarin itu, setelah sekian banyak kami menyelenggarakan pertemuan wacana reuni angkatan kita..
Semenjak rencana awal reuni dicetuskan, kami sudah sempat bertemu dengan beberapa konfrater dan itulah kami maknai sebagai “wacana reuni”. Di madiun tentu saja wacana reuni sudah kami laksanakan bersama konfrater Harwid puluhan kali… (kami merasa bersyukur bahwa penempatan tugas kantor di Madiun di akhir tahun 2002 bisa menjadi jalan untuk menemukan konfrater kita ini, yang ternyata sudah mendahului kami memasuki kota Madiun ini);
Ketika kami beberapa kali mengundang Motivator Ulung, mas Kartono, untuk datang ke Madiun, terjadilah juga di situ pertemuan wacana reuni… Pada saat-saat akhir menjelang pandemic covid-19 pun, saat kami ada acara kantor di Bali, kami sempat berwacana reuni bersama mas Hari Padmo dan mas Paul. Di Jogja pun, kami sudah sempat berwacana reuni bersama mas Kris Loy, karena ternyata anak mbarep saya itu adalah umat binaan mas Kris di parokinya.
Tidak ketinggalan, suatu petang saya juga luangkan waktu untuk berkunjung ke Ngluwar untuk berwacana reuni bersama si Fals Pujaan kita. Dengan Ko Hen di Malang pun, di sela-sela tugas kami, kami luangkan waktu untuk berwacana meski hanya beberapa saat.
Tidak ketinggalan juga, dengan teman tidur kami kemarin, beberapa kali kami sudah sempat bertemu. Terimakasih dan maaf ya, kemarin saya tidak tahu kalau kita dapat jatah kamar sendiri-sendiri. Saya milih tidur beberapa jam bersama engkau wahai tukang tidur, dan engkau mau mengalah tidak beralaskan sprei yang semestinya bahkan bantal bersarung plastic pun engkau pakai tidur tetap dengan nyenyak.
Dengan Romo Fajar, semenjak kami berpisah, kami sudah bertemu beberapa kali.
Dengan Romo Tjoek, Romo Timo, Kang Tardi dan Kang Tinus, sepertinya kami kurang beruntung dan belum bisa berwacana reuni bersama.
Pertemuan 3-4 sept kemarin tetap berbeda rasanya dengan wacana2 reuni yang boleh kami alami sebelumnya. Kita bisa datang bersama di tempat di mana kita boleh berdinamika bersama 38 tahun lalu itu sesuatu banget. Rasa lelah di perjalanan menuju Wisma Kana terbayar, ketika kami boleh berjumpa dengan para konfrater, bahkan kami bertiga boleh theng2crit sampek jam dua dini hari.
Tetapi kami juga menyayangkan bahwa kita belum beruntung, belum bisa bertemu dengan ketiga Romo kita: Romo Sing, Romo Tjoek dan Romo Ketut. Semoga masih ada kesempatan untuk mempertemukan kita secara lengkap: 14+1.
Pas misa kami sedikit gregeten siiih. sudah diintro lancar, para konfrater nyanyi loyo, kurang sigrak, daaaan… kenapa pas nyanyikan anamnese sempat macet?? Hayooo… tidak pernah pada belajar beberapa anamnese baru yaaa?? Hhhhh… Ayooo pada dipelajari lagi itu…
Di atas semuanya: terimakasih kita sudah boleh bertemu kembali. Salam sehat penuh berkah selalu
Basilius Agung Siswantoro berkata, “Aku kagum pada kalian.”
Bukan karena Harwid yang lebih dulu lulus dari Betlehem. Juga bukan karena Fajar yang jadi pastor. Apalagi Hendri dan Tono yang berganti komunitas atau Padmo yang dua kali TOP, bahkan kang Subi yang sudah bercucu atau Kang Tien yang meninggalkan anaknya yang masih sakit.
Aku kagum pada kalian yang entah apa mau datang. Apa yang kalian cari? Apa yang kalian tak punyai? Untuk apa kalian datang? Untuk siapa? Adakah kalian datang untuk mengencingi WC?
Perjalanan panjang ditempuh, jauh lebih panjang dari waktu yang tersedia untuk bertemu apalagi untuk ngobrol. Tak cukup waktu rasanya tuk bercerita. Apalagi membongkar luka lama. Tak impas antara pengorbanan dengan waktu perjumpaan.
Ya Allah bersegeralah menolong aku…
Sungguh ternyata bukan lamanya waktu yang kita punya yang membuat ku kagum pada kalian. Aruh lan rengkuh. Begitu masuk ruang itu, begitu kutemukan tatap matamu, senyum ceriamu, erat jabat tanganmu, hangat pelukanmu, satu-satu… memunculkan surga baru. Sedulur.
Kalaupun dunia berhenti berputar, cukuplah untukku perjumpaan itu.
Tapi justru ketika mendengarkan cerita kalian, yang luka dan duka, sendiri dan depresi, rasanya nggrantes Lurs. Kenapa kita gak ketemu dulu ketika begitu. Meski mungkin tidak membantu. Bersyukur kini semua baik-baik saja. Semoga semakin dikuatkan.
Salam jabat erat peluk hangat. (*)