[CerMin]: RATRI
Setiap kali anak- anak antre menerima berkat dari Pastor sesudah Komuni, tak kuasa ia menahan air mata. Kerinduannya mengendong cucu dan mendapat berkat Pastor dari Ratri, putri semata wayangnya, itu sudah pupus. Biasanya ia lari keluar gereja ke kamar mandi , meredakan tangis dan mencuci muka baru kembali masuk gereja.
Kali ini bendungan air mata itu jebol, maka ia pun menuju gua Maria di halaman belakang pasturan. Ia bersimpuh dan sesenggukan di depan Bunda Maria.
Sebagai orang tua tunggal- suami meninggal ketika Ratri masih bayi- ia berusaha mendidik putrinya baik- baik secara Katolik. Sejak balita Ratri diikutkan Sekami, lalu Misdinar, setelah remaja ikut OMK. Namun demi masa depan yang lebih baik, setamat SMA, Ratri kuliah di kota.
Suatu hari seperti petir menyambar di siang bolong, Ratri pulang dan menyampaikan bahwa dirinya hamil. Petir itu tidak sekadar menyambar, tetapi juga meluluh-lantakkan karena yang menghamili laki- laki non Katolik.
Kecewa, marah dan sedih beraduk jadi satu. Ia pun lepas kendali, sambil meraung dan berteriak ia mengusir putrinya sendiri. Ratri gemetar ketakutan karena belum pernah ia melihat ibunya semarah itu. Lari..
Sejak itu tak ada kabar tentang Ratri , apakah ia menikah dengan laki- laki itu? Ia tinggal di mana? Bagaimans keadaannya? Tak ada yang tahu. Hanya penyesalan tiada henti yang tersisa.
Sepulang dari gereja, ia kaget karena pintu rumah terbuka. Begitu masuk ambang pintu, tubuhnya ditubruk oleh seseorang, Ratri. Hanya tangis yang terdengar sambil berpelukan erat.
” Ibu lupa mengunci pintu”, pecah Ratri.
“Tidak Nak. Sejak kamu pergi, Ibu tidak pernah mengunci pintu. Takut sewaktu- waktu kamu pulang tidak bisa masuk” Pelukan dan sesenggukan semakin keras.
Ia tak mau bertanya bagaimana ceritanya. Itu tidak penting sama sekali karena yang utama putrinya sudah pulang, bahkan dengan membawa malaikat kecil.
Greenlot Juni 2024
Paul Subiyanto