Communitization: Umar Kayam dan Fenomena WA Grup

Communitization: Umar Kayam dan Fenomena WA Grup

Prof. Umar Kayam pernah menulis sebuah karya klasik “Mangan Ora Mangan Kumpul” sekitar tahun 1980-an. Karya yang sangat khas Indonesia, mengisahkan kehidupan sehari-hari sebuah keluarga di Yogyakarta. Komunikasi dan dialog antara Pak Ageng dan Mister Rigen memberikan gambaran keluguan sekaligus kelucuan yang sejatinya merupakan sindiran sosial. Alur cerita yang ringan dan lancar memudahkan setiap pembacanya menangkap dan memaknai berbagai falsafah yang terungkap di dalamnya

“Ngumpul” belakangan juga menjadi tren seiring dengan terfasilitasinya berbagai kepentingan bernama WA Grup. Belasan bahkan puluhan grup berjejer di gawai kita, entah mengatasnamakan almamater, pekerjaan, peminatan, kepengurusan, atau macam-macam nama lainnya. Obrolannya juga aneka rasa, ada yang serius, nuansa rohani, guyonan waton, sampai aneka stiker yang “pathing sliwer”. Lalu, apa kaitannya kisah Pak Ageng dan munculnya fenomena WA Grup itu?

Budaya, tradisi, dan dialog yang terjadi merupakan gambaran communitization yang sangat dekat dan konkrit. Communitization tidak selalu identik dengan teknologi canggih serba online, tetapi juga komunitas offline semodel keluarga Pak Ageng yang menjadi wujud kepedulian satu sama lain atas dasar kesamaan interest dan nilai (values) sehingga tidak mudah tercerai-berai.

Falsafah versi Umar Kayam memberikan gambaran bahwa komunitas dapat terbentuk di mana dan kapan saja. Berbagai latar belakang dan kondisi kehidupan bukanlah penghalang untuk berkumpul, berinteraksi, dan berkomunikasi. Pun demikian dengan WA Grup tadi. Setiap pribadi mempunyai ikatan relasi yang erat, membangun conversation, saling melontarkan perasaan dan tanggapan, masukan dan kritikan, dan bersama-sama saling menguatkan dan meneguhkan.  

Charlene Li-Josh Bernoff dalam ”The Groundswell Connection: Becoming a Civilised Catalyst”, menyebut Communitization bisa dilakukan dengan: mendengarkan (listening) apa saja yang dibicarakan, berbicara (talking) atau memberdayakannya (energizing), bisa juga membantunya (helping), dan terakhir merangkul (embracing) komunitas yang bersangkutan. Semoga banyaknya WA Grup kita juga berarti banyak juga kemanfaatan yang bisa kita peroleh dan juga bagikan kepada banyak orang.

Ambrosius Sigit Kristiantoro

One thought on “Communitization: Umar Kayam dan Fenomena WA Grup

  1. Betul, mas Sigit. WAG itu besar manfaatnya, kalau saling mendukung dg ujaran yg positif. Kalo ada yg menghujat, quit aja… cari WAG lain yang positif…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *