[CerMin]: IBU
Sejak nama Bapak diberitakan masuk daftar korban pesawat jatuh itu, Ibu mengurung diri di kamar. Tak ada yang berani mengganggu. Mungkin Ibu terpukul kehilangan orang yang sudah 40 tahun dilayani sepenuh hati. Suka duka sudah dilalui bersama sehingga berhasil mengentaskan tiga anaknya. Bapak seorang pejabat sehingga waktunya banyak untuk urusan kerja, jarang di rumah. Semua urusan rumah dikerjakan Ibu, termasuk mendidik anak. Ibu memang manusia hebat dan kuat di mata anak- anaknya.
Sendirian Ibu duduk di depan meja rias, dibersihkan wajahnya dengan air sari mawar yang segar. Dipandangi wajahnya dengan teliti. Ada senyum merekah, sisa- sisa kecantikan itu masih ada. Halus kulitnya belum dilibas kerut merut. Lesung pipit di pipi masih muncul ketika tersenyum, ditambah tahi lalat kecil di dagu. Ibu tersenyum lalu berdiri, diangkat kedua tanggannya dan berputar-putar.
Muncul pertanyaan, sebenarnya aku sedang sedih atau bahagia? Suaminya seorang pengkianat, berkali-kali selingkuh bahkan yang terakhir sampai punya anak dan tinggal bersama. Ibu merahasiakan semua itu demi anak-anak. Kekecewaan dan kemarahan itu ditekan ke bawah sadar agar keluarga tetap utuh dan terhormat. Hidup memang sandiwara dengan topeng kemunafikan agar lakon yang diperankan bisa berjalan mulus. Pembenaran seperti cinta butuh pengorbanan, pengabdian, kehendak ilahi bisa saja diciptakan untuk membungkam kata hati.
Sekarang, kalau ada perasaan lega dan terbebas muncul ketika suamiku meninggal, dosakah aku? Hem… tugas terakhir, Ibu harus keluar menemui para kerabat dengan pura-pura wajah berduka. Orang-orang kagum akan ketegaran dan ketabahan Ibu menghadapi cobaan ini.
Tanah Lot 2024
Paul Subiyanto