MENUA, SIAPA TAKUT?
Tidak sedikit orang merasa galau dan gamang ketika mendekati usia pensiun yang identik dengan menjadi tua atau memasuki tahap lansia. Tahap ini yang paling berbeda dari tahap-tahap perkembangan yang lain
Tidak ada rasa takut ketika tahap anak-anak memasuki tahap remaja, bahkan dirayakan dengan pesta sweet seventeen. Demikian juga ketika orang memasuki tahap dewasa dengan ditandai perkawinan, pesta dan kegembiraan pun digelar. Selain kegembiraan, tahap-tahap tersebut juga penuh harapan. Sebaliknya tahap lansia yang ditandai masa pensiun seolah tanpa harapan, bahkan suram. Dihantui rasa takut akan kesehatan yang mulai merosot, penghasilan yang susut, jabatan dan peran yang hilang. Belum lagi rasa sepi karena anak-anak jauh dari rumah. Tak heran ada orang yang mengalami post power syndrome,lalu stress dan depresi yang justru mengundang penyakit dan akhirnya dewa kematian menjemput lebih awal. Horor, hopeless, meaningless…
TUA= BERPENGALAMAN
Kemajuan di bidang medis dan gizi membuat harapan hidup semakin tinggi.Dampaknya dalam sebuah negara akan semakin banyak jumlah lansia yang diasumsikan sebagai orang-orang tidak produktif,bahkan membebani anggaran negara. Dalam kenyataannya, beberapa surve tentang bagaimana kinerja lansia yang masih dikerjakan bersama generasi yang lebih muda justru menunjukkan hal positip karena lansia memiliki apa yang belum dimiliki generasi muda, yakni pengalaman. Pengalaman adalah kekayaan lansia yang bisa disumbangkan bagi kehidupan sehingga dirinya pun masih merasa bermakna dan punya peran. Tentu saja jaman sudah berubah, lansia mesti tahu diri fungsinya lebih sebagai mentor atau konsultan, bukan eksekutif.
MENGAPA TAKUT?
Ketakutan eksistensial yang bisa tidak disadari adalah takut mati. Berbeda dari anak muda yang masa depannya penuh harapan, lansia melihat masa depannya sendiri sebagai teror dan horor yang berujung di liang kubur. Takut akan kematian apakah sesuatu yang real atau hanya ilusi? Kalau orang menyadari bahwa kematian adalah faktual, kepastian yang tidak bisa disangkal maka takut mati hanyalah ilusi karena tidak real ada. Yang realistis adalah menerima kematian sebagai bagian dari eksistensi toh memang tidak bisa dilawan atau ditolak. Belajar memahami hal ini secara rasional akan mengurangi rasa takut secara emosional. Mati adalah kepastian, yang di luar kontrol kita adalah kapan dan bagaimana.
MEMANDANG SECARA POSITIF
Mengubah paradigma dari horor dan hopeless menjadi lebih positif dan konstruktif, syaratnya buang keinginan-keinginan egoistik, termasuk ambisi. Pensiun berarti punya banyak waktu luang sehingga apa yang dulu tidak bisa dilakukan saatnya untuk direalisasikan. Ada yang memberi waktu untuk hobi yang tidak pernah disentuh karena kesibukan, ada yang dimanfaatkan untuk menjalin relasi dengan silaturahmi ke para kerabat dan sahabat, ada yang dibaktikan untuk kegiatan sosial atau keagamaan. Namun demikian ada juga pensiunan yang justru mengisi waktu dengan bisnis, sah-sah saja tetapi semua bisnis ada risiko rugi bahkan bangkrut, selain menuntut energi dan waktu. Jangan sampai justru membuat senam jantung. Menikmati waktu dan kebebasan adalah kelebihan pensiunan dibanding yang masih aktif.
MAKHLUK SPIRITUAL
Manusia bukan hanya berdimensi ragawi dan mentali, yang bisa merosot karena usia. Namun manusia adalah “makhluk langit” yang bertubuh dan tinggal di dunia. Diyakini bahwa aspek spiritual inilah yang bersifat asali dan abadi, tak lekang oleh waktu. Oleh sebab itu, ketika usia mulai lanjut dan ditandai dengan kemunduran kiatas tubuh, emosi dan pikiran, beri kesempatan kepada badan rohani untuk tumbuh. Ketika saatnya tiba, aspek spiritual ini yang kembali ke asal usulnya, tubuh sudah selesai tugasnya dan kembali ke alam. Menua adalah pasti, bermakna itu pilihan. ( paul subiyanto)