BERTUMBUH DALAM IKATAN SAKRAMENTAL
Apakah setelah menjalani 35 th pergulatan jatuh bangun membangun relasi dengan pasangan boleh dikatakan sebagai perkawinan bahagia?Bahagia itu sifatnya temporer dan emosional sehingga tidak bisa digunakan mengukur kualitas perkawinan. Lalu apa? Pertanyaannya: Apakah masing-masing pribadi yang berkomitmen hidup bersama dalam ikatan perkawinan mengalami pertumbuhan bersama. Maksudnya? Ya tumbuh secara kualitas kemanusiaan, spiritual, bisa juga intelektual. Macam- macam aspek yang membuat hidupnya memiliki makna ( meaningful life). Tidak bisa hanya yg satu tumbuh dan yang lain jadi tumbal atau sekedar subordinasi apa pun alasannya. Memang setiap individu bebas memilih hidup macam apa yang dijalani, tidak harus diukur dari karir atau penghasilan. Inilah yang perlu direfleksikan dan didialogkan dengan jujur bersama pasangan: apakah aku tumbuh bersamamu?
Perkawinan 2 orang yang dibaptis secara Katolik diangkat menjadi ikatan sakramental, apa artinya ini? Perkawinan bukan sekedar kontrak sosial manusiawi saja, melainkan Tuhan ikut campur untuk menjadikan tanda kehadiran-Nya di tengah dunia. Dengan demikian dalam menghadapi tantangan baik internal maupun eksternal pasutri perlu mengandalkan kuasa Tuhan. Tuhan punya mau dan rencana terhadap perkawinan kita maka tidak mungkin Dia diam saja selama kita terbuka terhadap campur tangan-Nya.Apakah dengan demikian otomatis jadi bahagia? Sekali lagi ukuran bukan bahagia, apakah kita sudah berkolaborasi dalam rencana ilahi? Misalnya, ada pasutri yg salah satu sakit bertahun- tahun dan pasangan tetap setia melayani dan merawat, apakah ukurannya masih bahagia? Kesakitan yang tak dikehendaki justru sebagai sarana untuk menjadi manusia yang setia tanpa pamrih. Sebelum kita membuat dan mengejar tujuan hidup bikinan kita sendiri ada baiknya selalu mencari dan menemukan apa rencana ilahi terhadap perkawinan kita. Kebahagiaan sejati jika kita menemukan rencana ilahi dan mencoba menjalani sehingga kita pun tumbuh di dalamnya. * Refleksi 35 Th perkawinan