LET’S PRAY!

LET’S PRAY!

Doa tidak bisa dipisahkan dari kehidupan orang beragama atau beriman karena mengandaikan keberadaan realitas yang lebih tinggi daripada manusia apapun namanya.Bahkan ketika orang memohon kepada Mbah Petruk, Penjaga Gunung Merapi, itupun bisa disebut berdoa karena didorong keyakinan bahwa Mbah Petruk memiliki kuasa atas Gunung Merapi, lebih tinggi daripada manusia. Secara umum berdoa bisa diartikan sebagai berelasi dengan realitas yang diyakini lebih tinggi.
Lalu, bagaimana orang Katolik berdoa? Tentu saja orang Katolik yang utama mengimani Allah Tritunggal sehingga doa bisa ditujukan kepada Allah Bapa, Allah Putra ( Yesus) dan Allah Roh Kudus. Tetapi sahadat iman Katolik juga menyebut Bunda Maria,Para Kudus dan Para Malaikat memiliki ” kedudukan ” lebih tinggi daripada manusia yang masih hidup di dunia. Mereka diyakini hidup dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal dan karenanya boleh- boleh saja berdoa kepada mereka. Namun hal ini sering masih rancu dalam kehidupan doa umat. Misalnya, pada saat Doa Rosario yang jelas secara khusus didevosikan kepada Bunda Maria, tetapi pada saat Doa Permohonan secara spontan yang muncul, ” Ya Bapa..”, ” Ya Tuhan Yesus..”bahkan ada yang ” Ya Allah Tritunggal..” Mengapa ragu-ragu mengucap ” Ya Bunda Maria..” justru pada saat yg secara khusus sedang berdoa kepada Bunda Maria ( Rosario )? 50 kali terus- menerus mwmanggil Bunda Maria ( 5x 10 Salam Maria), diandaikan Bunda hadir di tengah umat yang berdoa, namun bukan memohon kepadanya, malah ke yang lain. Konyol kan ?
DOA SEBAGAI KOMUNIKASI
Manusia didorong keyakinannya bisa berkomunikasi dengan Yang Lebih Tinggi ( Bapa,Putra,Roh Kudus,Bunda Maria,Para Kudus dan Para Malaikat) dengan cara menyampaikan semua perasaan dan pikirannya ( syukur kesedihan, masalah, harapan,dll). Karena perbedaan ” level” sering doa bersifat sepihak atau monolog. Hanya dari pihak manusia yang nerocos tanpa memberi kesempatan Pihak Yang Lebih Tinggi merespon. Jelas tidak terjadi komunikasi dialogis, karena doa sekedar untuk menumpahkan unek-unek. Lebih parah lagi “doa politik” yang isinya mohon Tuhan melakukan hal buruk kepada lawan politiknya. Manusia arogan karena merasa lebih tinggi dan bisa mendikte Tuhan.
Jika kita ingin menjadikan doa sebagai wahana komunikasi dengan Tuhan maka kita juga harus membuka diri dan hati untuk mendengarkan Tuhan, tidak hanya berbicara sepihak.
DOA SEBAGAI UNGKAPAN IMAN
Doa tidak selalu dengan kata-kata, bisa juga dalam bentuk kesadaran yang mendalam bahwa hadir di hadapan-Nya sebagai ciptaan yang kecil tak berarti di hadapan Sang Pencipta yang tak terbatas. Doa semacam ini sering disebut Doa Bathin, kalau pun ada kata-kata, yang sederhana diulang-ulang untuk mengungkapkan iman. Doa bathin bertujuan untuk mengungkapkan dan menguatkan iman.
DOA SEBAGAI UNGKAPAN CINTA
Santa Teresia dari Liseux menyimpulkan “My Vocation is Love”, seluruh hidupnya didedikasikan untuk mencintai Yesus. Doa digunakan sebagai wahana mencintai Tuhan, sering disebut Doa Kontemplasi. Doa yang tidak punya pamrih apa-apa kecuali hanya mencintai Tuhan. Kontemplasi tidak mencari apa-apa, tidak peduli apakah merasa terkesan atau kering. Mencintai karena Tuhan pantas untuk dicintai. Itulah alasan berdoa.
TERJADILAH MENURUT KEHENDAK-MU
Semua bentuk doa tidak ada yang jelek sejauh dilakukan dengan tulus dan untuk kebaikan bagi diri sendiri atau orang lain. Namun setiap doa hendaknya selalu didasari iman bahwa Tuhan lebih tahu apa yang kita butuhkan sehingga Tuhan tetap memiliki kebebasan “Terjadilah menurut kehendak-Mu ” sehingga doa tidak untuk memaksa bahkan meneror Tuhan.

Paul Subiyanto

Dr.Paulus Subiyanto,M.Hum --Dosen Bahasa Inggris di Politeknik Negeri Bali ; Penulis buku dan artikel; Owner of Multi-Q School Bal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *