MENDENGARKAN, BERBAGI DAN REUNI NOVIS MSF 2004
Oleh Blasius Dwi Yandu N (Novis 2004)
Hari Sabtu tanggal 20 Mei 2023, saya mendapatkan kunjungan dari empat orang teman mantan novis MSF angkatan 2004-2005. Tiga orang tersebut adalah Bapak Era (Kristian Era Purnama), Bapak Joko (Joko Kuncoro), Bapak Suluh dan RD (Danang Widi Anggoro), imam dari Keuskupan Agung Palangkaraya. Sebenarnya ada satu lagi yang mau datang tetapi absen karena teman-teman terlalu malam datang dan bentrok dengan acara yang ada.
Kunjungan kopi darat ini sangat khusus dan langka. Biasanya berkomunikasi lewat grup whatshapp. Hampir delapan belas tahun kami pergi dari Novisiat MSF di Jalan Cemara, Salatiga. Saya pun mungkin pernah bertemu paling dekat sepuluh tahun yang lalu dengan teman-teman ini.
Ketiga teman saya ini menekuni masing-masing bidang yang dulu dipelajarinya. Bapak Era menekuni dunia pendidikan dengan mengajar Fisika. Bapak Joko karena dulu kuliah di Teknik Lingkungan sekarang bekerja sebagai analis lingkungan di RSUD. RD Danang berkarya pada Komisi Sosial Ekonomi di Keuskupan Palangkaraya. Terakhir adalah bapak Suluh yang menjadi penyuluh agama katolik di Departemen Agama karena dulu menyelesaikan pendidikan filsafat teologi di Kentungan. Saya sendiri dengan latar belakang Psikologi berkarya di bidang pemasyarakatan.
Hal yang membuat saya berbahagia adalah teman-teman ini mau menyempatkan diri untuk datang jauh-jauh dari Semarang, Boyolali, Solo dan kota Yogyakarta untuk pergi ke Moyudan Sleman. Seperti kata Bapak Joko, kesempatan ini spesial karena ada RD Danang yang pas transit dari Palangkaraya ke Batam lewat Semarang dan yandu sedang mengambil cuti tahunan dari kantor di Sulawesi Tengah. Kesempatan ini sangat langka. Sebelumnya, Bapak Joko minggu sebelumnya mendapat kunjungan dari RD Penta (Penta lima) yang berkarya di Keuskupan Palangkaraya.
Di temani rokok kretek, kacang rebus, geblek, tempe benguk dan slondok kami berbagi cerita. Tidak lupa teh panas dan Anggur orangtua sebagai penghangat suasana. Cerita mulai bergulir dari menanyakan kabar lalu berlanjut tentang karya masing-masing di tempat kerja/tugas. Terselip kenangan ketika berada di Novisiat tahun 2004-2005 sampai pada bisnis rokok yang mampu mujarab dalam mengobati penyakit.
Saya sendiri merasakan ada kegembiraan dalam menjalani karya atau tugas perutusan dengan panggilan masing-masing. Semuanya menjadi berkat bagi sesama pada bidang masing-masing karyanya. Ada pergulatan batin tetapi ada rasa syukur ketika menjalani tantangan hidup masing-masing. Salah satu yang menarik adalah cerita dari RD Danang yang berkarya di Gereja pedalaman kalimantan. Mengalami daerah pedalaman maupun pelosok di Indonesia menjadi sangat unik. Keterbatasan fasilitas maupun sumber daya manusia memang menuntut untuk lebih sabar, memahami dan kreatif. Tidak jarang, RD Danang mendapatkan umat yang tidak siap untuk mempersiapkan ekaristi dalam perayaan besar seperti paskah maupun natal. Saat paskah ada umat yang bertanya soal kisah sengsara Jumat Agung apakah harus dinyanyikan. Ketika RD Danang menjawab iya maka umat kebingungan karena belum memiliki buku. Otomatis RD Danang harus membaca kisah sengsara dari awal sampai akhir. Ada lagi cerita menarik saat konsekrasi tiba-tiba ada bapak-bapak datang di samping dan menanyakan nomor lagu untuk lagu ordinarium anak domba Allah.
Cerita RD Danang tidak jauh situasinya ketika bekerja di pemasyarakatan. Di daerah pelosok indonesia memang harus sabar untuk memberikan penjelasan tentang hukum maupun layanan yang diberikan. Misalnya ketika menghadapi narapidana yang akan mengurus hak integrasi kadang harus dihadapakan dilema selain jarak jauh tetapi juga administrasi yang tidak lengkap karena kurang pemahaman. Pernah mendapatkan fotokopi Kartu keluarga yang separuh luntur karena paketnya kebanjiran dalam perjalanan. Kadang harus bersabar ketika bertanya informasi karena membutuhkan penjelasan lebih dengan bahasa sederhana atau dengan bahasa lokal yang ada. RD Danang juga mengalami ketika bertugas di komisi keadilan dan perdamaian. Masyarakat di daerah pedalaman Indonesia masih banyak yang belum memiliki kesadaran hukum. Dalam mendapatkan keadilan, masyarakat memerlukan pendampingan hukum.
Hal ini berbeda dengan teman-teman yang berada di jawa. Fasilitas dan SDM yang sudah mapan pergulatan yang sering dialami adalah konflik idealisme maupun keinginan untuk didengarkan. Bapak Suluh sebagai penyuluh agama katolik menceritakan bagaimana situasi orang-orang yang menjadi peserta penyuluhannya mencampurkan iman dengan tafsir pribadi yang kadang tidak sesuai dengan iman katolik. Hal ini menjadi konflik tersendiri. Di bidang birokrasi, Bapak Joko menceritakan bahwa idealisme dalam bekerja sulit untuk dilakukan karena terbentur oleh sistem dan budaya kerja. Prinsip Ngeli tapi ra keli (hanyut tetapi tidak terseret air) mejadi kata kunci. Saya tetap ikut sistem tapi tetap memiliki prinsip. Sedangkan Bapak Era sebagai pendidik mengalami pergulatan bahwa siswa yang diajar lebih membutuhkan orang untuk mendengarkan daripada mendapatkan pengajaran pelajaran fisika.
Ketika mendengarkan dan mencoba merenungkan, saya menjadi teringat bacaan tentang sejarah pater Jean Berthier yang dibacakan saat makan maupun ketika pembahasan konstitusi MSF di kelas Novisiat. Salah satu pelayanan MSF adalah melayani orang yang jauh baik itu secara jarak maupun dalam arti khusus seperti orang yang terpinggirkan maupun orang yang menjauh dari iman. Bagi saya ini adalah praktek konkrit apa yang telah diinternalisasi ketika berada di Novisiat.
Hal kedua adalah aspek kerendahan hati. Melayani orang-orang jauh diperlukan kerendahan hati. Sikap mau mendengarkan, memahami, adaptif dan kreatif dalam karya menjadi hal yang utama. Kedua sikap ini tidak akan pernah muncul tanpa spiritualitas keluarga kudus. Spiritualitas ini bagi saya menjadi pondasi dasar. Dalam Psikologi, keluarga yang penuh kehangatan maka anak akan bertumbuh dalam kelekatan yang aman. Kelekatan aman ini menjadi modal sosial dalam pergaulan secara luas. Jika lingkungan keluarga terasa aman makan anak akan mempola bahwa lingkungan sosialnya secara luas juga aman.
Saya masih ingat juga kesempatan berada di novis dengan sistem rekreasi TV dan Non TV. Interaksi antar satu dengan yang lain sangat dibutuhkan. Hari-hari ini, orangtua memberikan peralatan audiovisual yang menyebabkan minimnya interaksi. Terbesarnya adalah Gawai maupun televisi dengan hiburan chanel youtube. Anak yang semakin dini terpapar dengan gawai maupun peralatan audiovisual menyebabkan stimulasi indera dan tubuhnya menjadi minim. Potensi keterlambatan maupun gangguan perkembangan meningkat entah itu keterlambatan berbicara, gangguan makan, gangguan sensori berupa sensitif terhadap stimulus tertentu maupun ke arah kebutuhan khusus seperti autis, menjadi semakin besar resikonya. Bagi saya kesempatan untuk berekreasi non TV dan bermain dengan sesama frater ketika di Novis sangat relevan dengan situasi sekarang. Pembiasaan tersebut sungguh relevan.
Terima kasih untuk teman-teman yang sudah hadir dalam reuni kecil mendadak. Saya bersyukur pernah menjadi bagian dalam Tarekat Misionaris Keluarga Kudus (MSF). Dari Tarekat ini saya menimba ilmu kehidupan dan mendapatkan keluarga lewat Paguyuban Brayat Minulya Nusantara (PBMN). Keluarga kudus, Yesus ibu Maria dan bapa Yosep doakanlah kami.
relevan banget