CerMin: Aroma Bunga Kopi Itu

Aku masih ingat betul saat itu bulan September kurang lebih 40 tahun silam, Jip Hardtop kanvas dobel gardan warna hijau itu merayapi punggung Gunung Denpo  dengan perkasa. Semerbak aroma bunga kopi menyeruak ke hidung terasa harum menyusup terbawa udara dingin sore hari. Semakin malam terasa wanginya semakin menyengat seolah tak terpengaruh bau asap tembakau marsbrand yang mengepul dari mulut Pastor Proust seperti cerobong kereta api. Ia diam duduk di samping sopir seakan menikmati suasana kontemplatif. Aku duduk di belakang menyamping berhadapan dengan Suster Julieta. Suster asal Klepu Yogya ini bertugas di suatu desa di lereng Gunung Dempo, mengelola klinik  dan membantu gereja stasi kecil dengan beberapa umat lokal. Berkulit hitam manis, dan murah senyum , ia bercerita tentang suka duka dalam karya di pelosok pedalaman. Tak ada kesan berat atau susah sedikit pun. Kesulitan dan keterbatasan dipahami sebagai kewajaran, bahkan penuh lelucon segar. Tiga hari menginap di susteran, menemani  Pastor Proust yang sedang kunjungan ke stasi-stasi pedalaman. Sebagai calon misionaris pengalaman ini sangat bermanfaat. Demikian pula perkenalanku dengan Suster Julieta yang mengesan membantu aku mengenali perasaan dan hasratku.

Aku sempat berdua  menyusuri jalan setapak di bawah pohon – pohon kopi yang sedang  lebat-lebatnya di bulan September hingga rambut kami pun seperti memutih kejatuhan daun bunganya yang kecil- kecil.

   “Pohon kopi itu aneh, bunga wangi tapi buahnya pait”, tiba-tiba ia memecah kesunyian.

   “Kopi rasanya pait tapi aromanya tetap wangi”, bantahku asal saja.

   “Frater suka ngopi? “, tanyanya. Aku menggelengkan kepala.

   “Gajah diblangkoni”, sahutnya sambil senyum memamerkan lesung pipinya.

   “Memang manis”, bathinku sehingga lupa mau ngomong apa.

   “Frater udah mantap dengan panggilan ini?”, tiba- tiba ia serius.

   “Aku tidak terlalu serius memikirkannya. Jalani saja. Kalau Suster? “

   “Aku suka cuma masih sering terganggu dengan mimpi- mimpimu”

   “Maksudnya? “

   “Aku punya banyak keinginan yang mau kuraih. Sulit untuk pasrah, nrimo”.

Tiba- tiba tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat.

   “Tangan Frater dingin sekali”. Aku tidak tahu harus bicara apa kecuali kurasakan hangat tangannya mulai merayapi kulitku.

   “Tolong doakan ya Frater agar aku sanggup menghadapi semua ini”, sambil tetap memegang erat. Aku mengangguk. Sambil kembali menuju susteran, ia berlari-lari sambil tertawa girang seperti anak kecil. Sesekali tangannya menarik tanganku.

Setelah perkenalan itu kami sering saling berkirim surat sampai akhirnya Julieta dikirim kongregasinya studi Manajemen di Yogya, bahkan ia lanjut mencari MBA di Amerika. Aku pun setelah tahbisan dikirim tugas ke tanah misi di luar negeri sehingga tidak berkontak lagi.

Berita terakhir kudengar sekitar 30 tahun silam ia baru saja mendapatkan Ph.D,  namun ada kabar menyedihkan karena ia sudah meninggalkan biara dan berencana menikah dengan seorang profesor mantan promotornya, orang Australia. Hidup memang pilihan, dan semoga Julieta bahagia dengan pilihannya.

Kini usiaku 65 tahun, jelang masa pensiun ditawari untuk tetap berkarya di tanah misi atau pulang ke tanah air. Aku memilih pulang dengan harapan bisa berbagi pengalaman sebagai misionaris di negeri orang dengan para juniorat. Selain faktor kesehatan, jantungku sudah memakai 5 cincin. Aku ditempatkan di stasi desa di balik Bukit Menoreh yang berudara sejuk. Para warga banyak yang menanam cengkih dan kopi pada kebun yang tanahnya berkontur miring.

Sore itu aku berangkat sendiri dengan sepeda motor. Tiba- tiba aroma bunga kopi menyergapku. Aku berhenti, kuhirup nafas dalam-dalam dan kupejamkan mata. Kubiarkan kenangan perjumpaanku dengan Julieta di Gunung Dempo itu hidup kembali dalam benak. Kenangan memang harta yang tak lekang oleh waktu. Hem…

Paul

Parangtritis Sept 2024

Paul Subiyanto

Dr.Paulus Subiyanto,M.Hum --Dosen Bahasa Inggris di Politeknik Negeri Bali ; Penulis buku dan artikel; Owner of Multi-Q School Bal

One thought on “CerMin: Aroma Bunga Kopi Itu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *