Pandemi: Egoisme dalam Perspektif Solidaritas
Masa Pandemi Covid-19 memunculkan anjuran dan gerakan masif terkait protokol kesehatan. “Memakai masker, mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas” menjadi prekondisi mutlak guna mencegah, meminimalisir potensi, bahkan “menyembuhkan” kita dari pandemi ini. Pertanyaanya, sudahkah kita dengan kesadaran penuh melakukannya, semata-mata demi kepentingan diri, alih-alih untuk kemanfaatan semakin banyak orang?
Setiap orang itu egois! Filsafat moral membedakan egoisme ke dalam 2 jenis: Egoisme Psikologis dan Egoisme Etis. Menurut Egoisme Psikologis, setiap orang akan selalu berpandangan demi kepentingannya sendiri, pun bila sesuatu yang dilakukannya seolah-olah demi kepentingan orang lain selalu tersimpan motif yang mengarah pada dirinya sendiri. Setiap orang hanya melakukan sesuatu yang paling ia inginkan, yang tentu saja menguntungkan dirinya.
Semua tindakan dimotivasi oleh kepentingan diri. Keinginanlah yang menjadi motivasi dasar dari segala tindakan. Dalam konteks ini, pertanyaan yang menyertai adalah “mengapa kita berlaku seperti itu?” Jawabnya karena setiap tindakan kita selalu berakhir pada kepuasan/kebahagiaan. Itulah sebabnya mencari kebahagiaan/kepuasan diri adalah tindakan yang egois.
Dalam pandangan Egoisme Etis, pertanyaan “mengapa” berubah menjadi “apa” yang menjadi tugas kita, dan apa yang seharusnya dilakukan. Moralitas akal sehat (common-sense) menuntut supaya kita menyeimbangkan kepentingan kita dengan kepentingan orang lain. Kita tidak mempunyai kewajiban moral, selain menjalankan apa yang paling baik bagi kita sendiri, dan itu adalah dengan memperhitungkan dan mempertimbangkan kepentingan dan kebaikan orang lain. Robert G. Olson dalam buku “The Morality of Self-Interest” (1965) menyatakan, “Tampaknya individu akan memberikan sumbangan paling besar untuk kebaikan sosial dengan mengejar kepentingannya sendiri yang berjangka panjang rasional”, atau tulisan Alexander Pope yang lebih puitis, “Maka Tuhan dan alam pun membina kerangka bersama. Cinta Diri dan Cinta Sesama juga direka setara”. Semoga kesadaran egoisme ini mengantar kita pada nilai yang lebih tinggi yaitu “solidaritas”, apa yang dilakukan untuk diri sendiri, serta merta membawa kebaikan bagi semakin banyak orang.***