Atmabrata Boleh Mati, tapi Cinta Atmabrata Jangan Punah

Atmabrata Boleh Mati, tapi Cinta Atmabrata Jangan Punah

Anak asuh Yayasan Atmabrata, yang sudah berhasil secara ekonomi, dilarang menyumbang ke Atmabrata. Sumbangan mereka bisa disalurkan kepada orang-orang yang lebih miskin di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. “Atmabrata boleh mati, tetapi cinta Atmabrata jangan punah,” jelas Bruder Petrus Partono PSS, Pengurus Yayasan Atmabrata di Jakarta.

Ada salah satu anak binaan Atmabrata yang sudah berhasil dan mendapat pekerjaan yang baik dan tinggal di Bali. Saat anak tersebut hendak menyampaikan niatnya untuk menyumbang Yayasan Atmabrata, Bruder Petrus menolak. Bruder menyarankan agar sumbangan bisa disalurkan kepada orang miskin yang ada di sekitar tempat tinggal sang anak tersebut. Demikian sharing Bruder Petrus dalam pertemuan dengan komunitas Paseduluran Brayat Minulya Nusantara, Sabtu, 2 Oktober 2021.

Bruder Petrus Partono menjadi pengurus Yayasan Atmabrata sekitar 12 tahun. Yayasan yang berlokasi di Cilincing, Jakarta Utara.  Yayasan tersebut didirikan oleh Romo Wartadi CM pada tahun 1980. Atmabrata adalah Karya Kerasulan Gereja Paroki Salib Suci, Cilincing. Awalnya, Yayasan didirikan oleh Rm Wartadi CM pada tahun 1980 sebagai wadah pelayanan untuk  orang miskin. Programnya warung sosial dan beasiswa.Kegiatan yayasan sempat terhenti, dan bisa dikatakan mati, pada tahun 1996.

Karya Atmabrata mulai tumbuh kembang kembali setelah Romo Wahyuliana CM meminta Bruder Petrus terlibat.  Atas permintaan Rm Wahyuliana CM, Tahun 2010 Br Petrus Partono memulai menghidupkan pelayanan Atmabrata.

Bruder Petrus memulai dengan mendirikan tempat belajar anak-anak di Kampung Sawah, Cilincing. Ia mendidikan sekolah sederhana, sebuah sekolah empang, yang mendidik anak-anak usia 5-6 tahun. Sekolah tersebut diberi nama sekolah Atmabrata.

Karya Atmabrata mendapat banyak dukungan dan terus berkembang. Setelah 12 tahun ditekuni, saat ini Atmabrata mengelola delapan karya sosial.

  1. Sekolah taman kanak-kanak. Ada 3 sekolah, yaitu Sekolah Taman Bacaan, Sekolah Kelapa Dua dan Sekolah Empang. Ketiga sekolah itu memiliki murid lebih dari 500 anak. Uang sekolahnya sangat murah. Uang pangkal Rp 50.000 dan uang bulanan Rp 7.000.
  2. Klinik Sosial. Di klinik sosial pengobatan ini pasien bayar hanya Rp 5.000 sekali berobat.
  3. Balai Latihan Kerja. Di balai ini siswanya antara usia 17-24 tahun. Para pengajarnya banyak dari Perancis, karena Balai Latihan Kerja ini kerjasama dengan yayasan dari Perancis.
  4. Rumah Lansia Atmabrata.  Ada dua rumah lansia yang melayani 46 lansia tanpa family dan terbuang. Untuk mengurus para lansia di rumah tersebut Atmabrata mengkaryakan 12 orang.
  5. Pelayanan Lansia Luar. Karya pelayanan ini sasarannya juga untuk lansia. Bedanya, lansia yang dilayani masih memiliki keluarga, tapi keluarga miskin. Salah satu program yang dilakukan adalah mengirim nasi makan siang dan sembako sebulan dua kali. Ada 400 lansia yang dibantu.
  6. Rumah bagi Wanita Hamil yang ditinggal pacarnya dan ditolak keluarganya.
  7. Toko Vincensian. Karya ini menjual barang bekas dengan harga murah seperti pakaian layak pakai, perabot rumah tangga belas dan semua barang diperoleh dari donatur.
  8. Karya Peduli UMKM. Atmabrata memiliki program membeli dagangan warung-warung makan dan diminta mereka membagikan ke warga dan jalanan.

Bagi Bruder Petrus Partono, semua karya pelayanan tersebut membahagiakannya. “Semua membahagiakan, karena semua dilakukan dengan cinta dan demi membahagiakan Tuhan. Tuhan memandang, memperhatikan dan akan selalu membantu apa yang dilakukan dengan ketulusan cinta tanpa pamrih hanya untuk Dia saja,” tegas Bruder Petrus. (M. Unggul Prabowo)

M. Unggul Prabowo

Penulis lepas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *