Mendidik Pribadi Pendamai
Si vis pacem para bellum – Jika engkau menginginkan damai, siapkan perang
Untuk konteks pendidikan, pesan yang dihadirkan oleh pepatah Latin di atas adalah agar para guru berani menghadapi konflik untuk menyampaikan nilai-nilai (values) kebaikan. Keengganan, dan ketakutan guru untuk menyampaikan kebaikan biasanya berdalih pendidikan demokratis atau kebebasan. Di sisi lain, Proverbia Latina (2004) justru menyarankan “si vis pacem para humaniorem solitudinem” (jika engkau menghendaki kedamaian, siapkanlah ketenteraman yang lebih manusiawi).
Anak-anak kita tengah dihadapkan pada konteks zaman dengan tiga persoalan yakni kemiskinan, radikalisme, dan kerusakan lingkungan hidup. Kemiskinan pertama-tama dimaknai sebagai keterbatasan finansial. Ketidakcukupan hartawi menjadikan masyarakat memprioritaskan hal-hal material sebagai nilai terpenting. Radikalisme mengalami pemaknaan sebagai pola pikir tertutup, tidak terbuka akan pemikiran alternatif, atau ujung-ujungnya adalah pokoknya diri sendiri sebagai yang paling benar.
Jika berkait dengan situasi masyarakat yang plural, radikalisme dipakai untuk memaknai sikap intoleran. Sedangkan kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat perilaku yang abai terhadap segala pendukung hidup manusia. Yang justru perlu diwaspadai adalah kemiskinan dan radikalisme berpikir para guru. Kemiskinan itu tercermin dari pola pikir yang mengagungkan hal-hal material sebagai simbol kehormatannya. Radikalisme tercermin dari kemandegan, pokoknya, antikritik, melihat kolega atau murid sebagai ancaman kemapanan.
Di tengah situasi zaman demikian, pendidikan di sekolah harus membantu anak didik untuk semakin berhubungan baik dengan Sang Pencipta, berdamai dengan orang lain, dan mengembangkan alam semesta agar menjadi lebih baik, serta mengembangkan pribadinya sendiri sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab. Namun, pendidikan telah dinilai sebagai tidak manusiawi terhadap para peserta didik. Di kelas murid bisa mengalami kekerasan verbal, fisik, atau psikologis. Mata pelajaran menjadi penting jika dapat membuat orang-orang muda yang dipercayakan menjadi lebih manusiawi. Berarti juga lewat pelajaran, proses membuat siswa lebih manusiawi mesti dilakukan. Guru perlu membawa siswa untuk menyintesiskan antarpengetahuan atau menemukan manfaat bagi dirinya lewat refleksi. Refleksi di sini dimaknai sebagai proses yang mengajak siswa untuk mengendapkan arti manusiawi tentang materi yang dipelajari dan pentingnya bagi sesama. Dibutuhkan cara-cara yang dapat membantu siswa membentuk kebiasaan menguji nilai-nilai dan kaitan materi pelajaran dengan kehidupannya. (St. Kartono)
Betul mas guru Kartono. Perlu ada prinsip “fortiter in re, suaviter in modo”.
Pendamai yg berani memasuki situasi konflik, bukan yg menghindari, kultur kita takut ribut takut konfrontasi. Lnjut Pak Guru…
Pendamai yg berani memasuki situasi konflik, bukan yg menghindari lanjut Pak Guru…