Jalan Pagi sebagai Pendidikan Karakter
Saat kau menempuh perjalanan untuk mencapai sesuatu,
kau harus senantiasa memperhatikan jalanmu.
Jalanmulah yang akan menjadi petunjuk terbaik
dan memperkayamu saat kau menempuhnya.
– Paulo Coelho, The Pilgrimages.
Setiap hari Sabtu atau Minggu, saya biasa membangunkan Stella dan Auxie lebih pagi. mengajak mereka jalan-jalan. Saya dan istri menjadi lebih sibuk. Kami perlu menyiapkan sepatu, topi, dan bekal berupa minum dalam botol. Kami tentu juga memerlukan kemampuan ekstra untuk mengatasi bad mood yang secara tiba-tiba melanda. Saya memurnikan motivasi mereka. Kadang-kadang, saya menerapkan sikap lugas dan terkesan otoriter. “Jika mau ikut, bisa segera bangun dan mempersiapkan diri. Jika tidak ikut, bisa tetap tinggal di rumah”.
Saya biasanya memberikan tawaran kepada anak-anak perihal rute. Ada tiga jalur yang biasa saya sampaikan, yaitu jalur persawahan, jalur hutan (demikian anak-anak saya menyebut jika kami melintasi daerah yang banyak pohon besar), dan jalur selokan dan sungai. Saya cenderung memenuhi permintaan mereka.
Ketiga jalur berbeda tentu memuat cerita yang berlainan. Selama jalan pagi, saya kadang tidak tega ketika melihat anak-anak harus melewati jalur berbatu, becek dan berair. Atau ketika keringat mereka mulai bercucuran, membasahi wajah dan badan serta mulai berkeluh kesah lantaran haus, lelah dan sebagainya. Tentu saja, sebagai orangtua, saya tidak membiarkan mereka mengalami dan merasakan sakit apalagi berada dalam kondisi bahaya. Namun di sisi lain hal ini akan memberikan pengalaman baru dan mempunyai efek terhadap daya juang serta kemandirian bagi mereka.
Satu ketika, si kakak berjalan menuju jalan setapak yang persisi berada di pinggir parit. Saya tentu khawatir dan ketar-ketir melihatnya. Ia pun melangkahkan kaki, meniti ruas jalan, sambil menjaga keseimbangan badan, dan berseru, “Aku pasti bisa!” Si adik enggan mengikuti apa yang dilakukan si kakak. Takut. “Adik pasti bisa!” kata si kakak memberi motivasi. Ucapan kakak mempengaruhi adik. Ia beringsut mengikuti jejak kakaknya. Mereka jalan berurutan sampai batas ruas yang bisa dilalui.
Dalam iklim itulah, mereka memiliki kemampuan untuk semakin kreatif, inovatif dan solutif. Melalui pengalaman di alam sekitar, mereka mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan, kegagalan, hambatan, tantangan sekaligus mengubah kesulitan menjadi peluang untuk meraih keberhasilan.
Demikianlah aktivitas jalan pagi menjadi salah satu kesempatan melihat alam sekitar, mengetahui berbagai jenis tumbuhan dan bunga dan mengamati binatang liar di alam bebas, serta berinteraksi dalam perjumpaan dengan sesama. Pengalaman seperti itu tentu saja mengondisikan, menyiapkan dan “mempersenjatai” mereka dengan daya juang, sebagai langkah menghadapi masa depan.***
Betul. Jalan-jalan menikmati keindahan alam bersama keluarga, selain pendidikan jasmani (olahraga) juga pendidikan rohani, mental dan spiritual, mengembangkan keseimbangan hubungan dg alam, tumbuhan dan sesama, serta mengakrabkan keluarga. Lanjutkeeennn…
leres Mas Thoms….latihan jasmani dan rohani…