Kekerasan Seksual dan Pemuka Agama
Suka atau tidak, begitu marak mau pelecehan atau perkosaan yang dilakukan oleh tokoh agama. Apapun agamanya, kecuali yang dikebiri lho ya. Gereja Katolik juga sering terdengar terdengar skandal, baru-baru ini, ada tokoh agama yang memerkosa muridnya lebih dari lima. Mengapa bisa terjadi?
Pertama, relasi kuasa. Mereka, pemuka dengan murid atau umat, atau jemaatnya memiliki posisi tawar yang berbeda. Pemuka bisa menentukan nasib korbannya, apalagi jika sudah bicara akherat, surga dan neraka.
Mereka ada pada posisi yang tidak setara. Lha yang setara saja bisa jatuh bangun untuk bisa bersikap sejajar, apalagi murid dan guru.
Kedua, masih pengkultusan tokoh agama adalah segalanya dan selalu benar. Hal ini dimanfaatkan oleh para tokoh ini untuk mendapatkan keuntungan pribadi, dari materi, uang, hingga tubuh perempuan. Miris lagi jika sudah berkaul selibat. Toh sangat terbuka itu terjadi.
Ketiga, masyarakat masih sering menuduh bahwa perempuan sebagai penggoda. Laki-laki hanya mejawab. Padahal sama sekali tidak demikian. Masalah adalah pengendalian diri dan nafsu yang tidak terkontrol sama sekali.
Buat apa belajar agama jika mengendalikan diri, yang paling dasar, hasrat seksual saja tidak mampu. Apa beda dengan hewan, birahi langsung sikat dan embat?
Keempat. Media berpihak. Memberitakan menyudutkan korban dan menempatkan posisi pelaku sebagai yang tidak mungkin. Tidak malu-malu berubah haluan ketika ada data-data pendukung.
Kelima, masyarakat permisif, menilai itu sebagai kehendak Allah, takdir, dan juga suratan yang harus diterima. Ini jelas salah kaprah dan memfitnah Tuhan. Lha nafsu bejat kog menyalahkan Tuhan. Paradigma yang harus diubah.
Keenam. Rasionalisasi yang kuat dari para pelaku yang biasanya tokoh agama itu berpendidikan lebih dari cukup. Mencari-cari pembenar untuk melegalkan perilaku bejatnya. Seolah benar di depan korban, keluarga, dan terutama di depan publik. Mereka baik-baik saja dengan perilaku ngaco mereka.
Ketujuh, masyarakat yang masih munafik. Menilai tindakan kriminal namun karena pejabat agama atau tokoh agama dianggap biasa saja. Padahal seharusnya lebih berat tuntutan mau hukum atau sanksi sosialnya. Masalahnya malah cenderung lupa dan permisif.
Tetu ini bukan mau memojokkan para pemuka agama, namun bagaimana kita sebagai umat dan masyarakat ini bisa berpikir secara rasional, jernih, dan adil. Pelaku kejahatan apapun profesinya, jabatannya, perannya, tetap harus dihukum dengan berat. Seharusnya lebih berat karena perannya tersebut.
Ketakutan dari korban untuk mengungkap kejahatan seksual yang dialaminya juga menjadi sebuah faktor pemicu, kasus-kasus semacam cenderung ‘ditutup. Terima kasih sudah mengulas dalam artikel ini. Salam
sepakat, masih perlu banyak waktu untuk membawa kepada kesadaran, tidak semua label dan atribut itu menjamin isinya benar-benar baik
salam JMJ