Religiusitas dan Sikap Ekologis 

Religiusitas dan Sikap Ekologis 

Religiusitas dan Sikap Ekologis 

Apa hubungan antara iman dan sikap hidup yang melek lingkungan hidup? Mengapa relasi keduanya dipertanyakan? Apakah perlu paradigma baru dalam mengkaji antarkeduanya? Bagaimana hubungan yang perlu dibangun antara lingkungan hidup dengan panggilan religi? Demikianlah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dimunculkan 
Pertanyaan mengenai memerti bumi sebagai upaya pelestarian lingkungan hidup dengan panggilan religi terbentuk lantaran pola pikir yang dualistis; memisahkan kehidupan materi dengan kehidupan rohani, duniawi dengan surgawi, sikap kerja dengan ibadah/sikap iman. Cara berpikir polaritatif ini cenderung menghapuskan relasi yang ada. Kesatuan antara kultur dan kultus disekat menjadi dua ruang yang saling berseberangan, saling bertolak belakang.Pola pikir  seperti itu menjadi akar bagi krisis lingkungan hidup. Pemisahan kehidupan religiusitas yang mengarahkan manusia sebagai pribadi yang beriman dan bertakwa dengan kehidupan duniawi menyebabkan pandangan terhadap materi menjadi rendah. Karena itu, pelestarian alam kian diabaikan dan bahkan dirusakkan. Alam dilihat sebatas pada fungsi ekonominya. Lingkungan hidup dipahami sebagai “endowment resources”, yang hanya diperlukan Tindakan mengekploitasi lingkungan hidup hanya demi kepentingan materi tidak dianggap sebagai kesalahan atau dosa. Malahan, bagi kaum hedonis, menikmati dan mengeruk hasil bumi demi keuntungan materi merupakan sikap yang terbaik untuk dilakukan.


Paradigma Baru: Utuh-Relasional

Krisis sosial dan ekologis yang berakar pada pemikiran dualistis-polaristis mengakibatkan krisis hubungan yang rivalistis. Manusia menjadi rival bagi sesamanya, dan alam menjadi wahana yang bisa diperebutkan. Relasi seperti ini mengarah pada rusaknya relasi dan ekologi. Pendekatan rivalistis pada akhirnya melahirkan pola penghancuran, perusakan dan penguasaan. Manusia kehilangan keutuhan (the wholeness). Manusia tidak menyadari dirinya sebagai bagian dari yang lain dan juga bagian dari keseluruhan. Oleh karena itu, panggilan terhadap sesama dan terhadap lingkungan hidup haruslah pertama-tama dipahami sebagai panggilan pada keutuhan dan pengakuan akan relasi satu sama lain. Pada sisi inilah paradigma dan pesan etis ditawarkan oleh Deklarasi Parlemen Agama-agama Sedunia mengenai etika global; menjaga tepat pada sasarannya.Paradigma holistik dan relasional ini bukan kajian yang baru. Agama-agama mengakui adanya kesatuan dan keterkaitan antar seluruh ciptaan, bahkan mengakui hubungan antara seluruh ciptaan dengan Sang Pencipta. ‘


Panggilan Religi dan Lingkungan Hidup

Panggilan untuk melihat kebaikan Sang Pencipta dalam diri sesama dan lingkungan hidup ciptaan-Nya memberikan respek yang sepatutnya pada lingkungan hidup. Ciptaan yang mengandung nilai spiritual menjadi bagian dari kehidupan manusiawi sendiri. Kalau manusia mengakui bahwa ia mengandung segi spiritual yang membuatnya menjadi makhluk yang bermartabat, maka lingkungan hidup sebagai bagian dari ciptaan yang mengandung dan terus menerus melahirkan kehidupan baru, juga memuat nilai-nilai spiritual yang patut untuk dihargai oleh manusia.Krisis lingkungan hidup memang harus dipandang sebagai panggilan religi atau lebih sebagai penerusan dari Sang Pencipta. Spiritualitas lingkungan hidup dalam konteks panggilan religi berarti pengakuan dan perlakuan terhadap lingkungan hidup sebagai anugerah Sang Pencipta yang mencerminkan kesucian, kekudusan-Nya. Jangkauannya pun selalu dihubungkan dengan masalah etis dan religi. Dengan menghargai dan memperlakukan lingkungan hidup sebagai bagian dari kehidupan yang suci, maka usaha pemeliharaan lingkungan hidup menjadi ibadah sejati. Inilah panggilan religi terhadap lingkungan hidup yang ada di depan mata. Sikap ini tidak menolak materi sebagai lawan dari yang rohani, melainkan memandang keduanya sebagai satu kesatuan yang utuh.*** 

C. IsmulCokro

C. IsmulCokro (CB. Ismulyadi), tinggal Sleman. Pernah studi di Fak Teologi di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (Fakultas Teologi Wedha Bhakti) dan Ilmu Religi Budaya USD. Sampai saat ini masih berkarya sebagai ASN. Giat dalam dunia penulisan sebagai writerpreneur, editor freelance, redaksi salah satu tabloid dan memotivasi berbagai kalangan yang akan berproses menulis dan menerbitkannya. Email: cokroismul@gmail.com. FB. Carolus ismulcokro

2 thoughts on “Religiusitas dan Sikap Ekologis 

  1. Agama Timur= agama bumi shg sangat pro lingkungan. Agama Barat yg abrahamis= agama Langit, ini yg berpotensi mengeklopotasi alam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *