Pembubaran Ibadah, antara Anak Tuhan dan Anak Pancasila
Lagi-lagi tragedi pembubaran ibadah berakhir dengan cemban. Miris di tengah-tengah ibadah ada ketua RT datang dan membubarkan acara memuji Tuhan itu. Dalihnya izin.
Biasa, netizen gempar, taggar tangkap RT menggelora, dan muncul berita, semua pihak berdamai, hanya soal kesalahpahaman. Padahal ini paham yang salah.
Benar sebagai orang Kristen, anak-anak Tuhan, pengampunan adalah segalanya. Dalam sabda-Nya bahkan Yesus mengatakan, jika ditampar pipi kirimu, berikan juga pipi kananmu, jika orang meminta bajumu, berikan juga jubahmu.
Selesai urusan dengan anak-anak Tuhan. Tidak ada yang sempurna, memaafkan, mengampuni, dan memberikan kesempatan. Apakah demikian dengan anak negeri Pancasila, sejatinya tidak.
Restorative justice itu kesempatan untuk pelaku kejahatan, kesalahan, dan kekeliruan yang tidak fatal untuk memperbaiki diri. Penghukuman, pemenjaraan terlalu berat, kesempatan yang tidak sebanding, sangat bisa dimengerti. Namun apakah perilaku berulang, bahkan seolah menjadi kebiasaan dan sudah diyakini publik, halah paling-paling juga meterai, cemban, dan sudah boasannn.
Nah, ketika efek jera sebagai salah satu tujuan pemidanaan itu tidak ada dengan RJ, berarti erlu ditinjau lagi, bahwa pidana kurungan atau bui saatnya diterapkan. Sebuah bentuk tindakan keras, tegas, dan sudah terukur.
Kebiasaan buruk yang dibiarkan, jangan sampai nanti kebablasan dan malah keteteran sendiri dalam menyelesaikannya. Begitu banyak masalah negeri ini hanya karena pembiaran, dan ujungnya adalah blingsatan sendiri ketika sudah sangat gede.
Berapa saja per tahun kasus intoleransi yang terjadi di negeri ini. Begitu banyak, dan pelaku dan korbannya itu-itu saja, dua dominasi itu lagi itu lagi. Sejatinya bisa kog diselesaikan, bukan hanya menyelesaikan masalah dengan masalah.
Ketegasan dan kejelasan. Ini penting, jika satu boleh dan lainnya tidak boleh, jelas itu melanggar konsensus hidup bersama. Sisi keadilan jelas dilanggar padahal dasar negara jelas-jelas menyebutkan Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bukan agama tertentu.
Sikap tegas juga sama kepada siapapun pelakunya, tidak kog kemudian ketika massa yang banyak bisa seenak udelnya menghujat dan membubarkan, ketika menyoal toa yang kenceng dipidana, rumah dibakar, dan diintimidasi. Ke mana Pancasila?
Anak Tuhan juga bernegara, 100% Katolik dan 100% Indonesia, bukan anak tiri di negeri sendiri bukan?
Salam JMJ
Pela Gandong di Maluku sebenarnya bukti nyata bahwa negeri ini negeri yang toleran. Berharap Pancasil bukan sekadar konsep saja. Terima kasih artikelnya.
nuwun, info baru
salam JMJ